Kendala Linguistis Penutur Asing dalam Belajar Bahasa Indonesia
Kendala Linguistis Penutur Asing dalam Belajar Bahasa Indonesia[1]
Oleh: Suyanto WA[2]
ABSTRACT
Indonesian learning for foreign language have popular program in Indonesia, since Darma Siswa Program implementation , especially
at university (state and private) and non-government course program.
But, institution organizer preparation, is maximum not yet didactic- methodic or substantive. The other hand, predominant study are didactic-methodic concentration, not language substantively.
Language constraint is error, mistake, and lapse.
Error in Indonesian language by foreign language is mother tongue
influence, Indonesian repertoire minimum, and Indonesian grammar
competence is minimum. Reduction error in Indonesian are
with (1) to data collect error in Indonesian learner; (2) to
identification and classification error about; (3) to rank
Indonesian error with error frequency; (4) to explanation cause error
and demonstrate a true example; (5) to estimate error zone cause, and
(6) error corrections.
Key words: Indonesian, learning, foreign language, constraint, and reduction error.
1. Pendahuluan
Dewasa
ini, bahasa Indonesia semakin diminati oleh orang asing atau penutur
asing. Hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak dibukanya
lembaga-lembaga yang mengajarkan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia, 45 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta menyelenggarakan Program Darmasiswa. Program tersebut merupakan program pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing
yang diselenggarakan oleh pemerintah RI, khususnya Biro Kerjasama Luar
Negeri Departemen Pendidikan Nasional. Program Darmasiswa berjalan sejak tahun 2005 dengan peserta dari 110 negara dari lima benua (Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika) (“Darmasiswa RI 2005-2009” dalam Clossing Address, 2009 by Minister of National Education, 2009).
Selain
itu, banyak pula penutur asing yang belajar bahasa Indonesia secara
swadana. Beberapa perguruan tinggi penyelenggara program ini di
antaranya adalah Universitas Diponegoro, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Atma Jaya Jakarta, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Universitas Udayana. Selain itu, ada pula lembaga-lembaga nonpemerintah yang menyelenggarakan program ini, misalnyaWisma Bahasa, Puri Bahasa Plus, Realia, dan Colorado (semuanya di Yogyakarta).
Sementara itu, di luar negeri juga banyak lembaga yang menyelenggarakan pembelajaran dan pelatihan bahasa Indonesia. Di Italia
misalnya, terdapat beberapa lembaga dan Universitas yang
menyelenggarakan pelatihan dan pengkajian bahasa Indonesia antara lain, Institute Universitario Orientale Napoli, Lembaga Ilmiah IsMEO/IsAo di Roma dan Milona, Lembaga Kebudayaan Istituto per l’Oriente di Roma, CELSO (Centro Lombardia Studi Orientele di Geneva, dan Lembaga Tinggi Keagamaan milik Vatikan, Ponrificia Universita Gregoriana (Soenoto, 1998: 1-2). Sementara itu, di Thailand ada 5 universitas yang menawarkan program studi Bahasa Indonesia/ Bahasa Melayu yaitu, Universitas Chulalongkorn, Universitas Mahidol, Universitas Prince Songkhlanakkharin, dan Universitas Ramkhamhaeng (Nimmanupap, 1998: 1).
Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) ini dimaksudkan untuk
memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing untuk
berbagai kepentingan, baik pengajaran maupun komunikasi praktis. Selain itu, pembelajaran suatu bahasa sebagai bahasa asing, termasuk di adalmnya bahasa Indonesia, bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis
kepada para pembelajar (penutur asing). Dengan demikian, para penutur
asing bahasa Indonesia yang menjadi pembelajar bahasa Indonesia
diharapkan mampu mempergunakan bahasa Indonesia baik lisan maupun tulis
dengan lancar dan sekaligus dapat mengerti bahasa yang dipergunakan
penutur aslinya (cf. Wojowasito, 1977: 1).
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing tidak sertamerta dapat tercapai karena dalam proses pembelajaran banyak dijumpai kendala atau permasalahan. Salah satu permasalahan itu adalah kesalahan-kesalahan
berbahasa oleh peneutur asing yang sedang belajar bahasa Indonesia.
Kesalahan-kesalahan demikian jika tidak segera diatasi akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran bahasa tersebut.
2. Tipe, Penyebab, dan Antisipasi Kesalahan Berbahasa
2.1 Tipe Kesalahan
Krasen dalam Basuki pada www.google.com/pengajaran/bahasa mengatakan bahwa teori pemerolehan bahasa kedua adalah bagian dari linguistik teoritis karena sifatnya yang abstrak. Dalam pengajaran bahasa kedua, yang praktis adalah teori pemerolehan bahasa yang baik. Istilah
pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama di
kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar, sedangkan
pemerolehan bahasa kedua (second language learning) dilaksanakan dengan sadar. Pada anak-anak, error dikoreksi oleh lingkungannya secara tidak formal, sedangkan pada orang dewasa yang belajar bahasa asing, kegagalan diluruskan dengan cara berlatih ulang.
Kesalahan berbahasa dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu kesalahan terbuka dan kesalahan tertutup. Kesalahan terbuka merupakan kesalahan berbahasa pada tingkat ketatabahasaan yang terlihat dalam kalimat-kalimat yang dihasilkan pembelajar. Adapun kesalahan tertutup merupakan kesalahan yang tersembunyi di balik kalimat yang tersusun secara benar menurut tata bahasa tetapi tidak benar secara semantis.
Adapun penyimpangan berbahasa dapat dibedakan menjadi tiga yaitu error, mistake, dan lapse. error (kesalahan) merupakan penyimpangan berbahasa secara sistematis dan terus-menerus sebagai akibat belum dikuasainya kaidah-kaidah bahasa target. Penyimpangan berbahasa kedua, mistake (kekeliruan), terjadi ketika seorang pembelajar tidak secara konsisten melakukan penyimpangan dalam berbahasa. Kadang-kadang pembelajar dapat mempergunakan kaidah/norma yang benar tetapi kadang-kadang mereka membuat kekeliruan dengan mempergunakan kaidah dan bentuk-bentuk yang keliru. Adapun lapse, (selip
lidah) merupakan bentuk penyimpangan yang disebabkan pembelajar kurang
konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab lain yang dapat
terjadi kapan saja dan pada siapa pun (Norish, 1983: 6-8).
Selain itu, Norish juga menyatakan
bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa pembelajar dapat dijadikan alat
bantu yang positif dalam pembelajaran karena dapat dipergunakan oleh
pembelajar maupun pengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran bahasa.
Dalam kaitannya dengan kesalahan dalam menulis, Norish menjelaskan
bahwa pembelajar perlu didorong untuk dapat menyusun kalimat-kalimat
secara tertulis sehingga kesalahan-kesalahan yang dibuatnya dapat direduksi bahkan dihilangkan sama sekali. Lebih lanjut Norish menyatakan,
“it was vital that people should be educated to construct grammatically acceptable
sentence and be able to spell correctly…because of this, a great deal
of attention has traditionally been given to writing and error in the
medium tend to be regarded as indicative of some type of failure “ (Norrish, 1983: 65).
Berkaitan dengan masalah kesalahan menulis, Norish memberikan solusi alternatif yaitu (1) memeriksa pekerjaan dalam kelompok atau secara berpasangan, (2) melakukan aktivitas dengan keahlian terpadu, dan (3) mempergunakan kode-kode koreksi untuk menandai pembetulan atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan pembelajar.
Sementara itu, Munawarah (1996: 1-6) mencatat tiga jenis kesalahan penulisan yang dilakukan pembelajar asing ketika mereka membuat karangan. Kesalahan tersebut meliputi (1) kesalahan memilih kata untuk mewakili konsep-konsep, (2) kesalahan di bidang
ejaan, dan (3) kesalahan tata bahasa yang terdiri atas kesalahan
imbuhan, kesalahan aktif-pasif. kesalahan konjungsi dan preposisi, serta
kesalahan susunan kalimat. Dia mengajukan dua langkah pemecahan masalah, (1) mendiskusikan kesalahan itu bersama-masa, dan (2) memberi latihan mencari kesalahan dalam suatu paragraf. Namun demikian penelitian ini belum mengarah pada latar belakang pembelajar dan pemecahan masalah yang komprehensif.
Sementara itu, O’Grady (1989:72 ) menganalisis kesalahan berbahasa dengan menghubungkan errors analysis dengan contrastive analysis dengan asumsi bahwa kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh pembelajar akan terjadi jika dua bahasa yang dipelajari tidak ada kemiripannya. Dengan pembandingan dua bahasa (LI dan
L2), masalah-masalah potensial (kesalahan-kesalahan) dapat diprediksi
dan difokuskan dalam pembelajaran bahasa target( bahasa yang
dipelajari). Selain itu, ia juga mengklasifikasikan kesalahan berbahasa menurut sistem gramatikal yang meliputi fonologi, sintaksis, morfologi, dan semantik, dan klasifikasi kesalahan karena adanya penghilangan, penambahan, dan penggantian bentuk-bentuk tertentu.
2.2 Faktor Penyebab Kesalahan
Dardjowidjojo (1995: 1-10) secara umum memaparkan masalah-masalah yang dialami oleh pembelajar asing dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pertama, bentuk kelas individual dan kelas klasikal sering menimbulkan masalah bagi pembelajar. Hal ini disebabkan kemampuan awal bahasa target/bahasa tujuan yang dimiliki pembelajar tidak sama sehingga ada ketimpangan kemampuan di kelas. Kedua, bahan pembelajaran yang tidak sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa dan latar belakang pembelajar menimbulkan kesulitan tersendiri dalam pemahamnnya. Ketiga, metode pengajaran yang dipakai dalam pembelajaran tidak tepat. Keempat, kualifikasi pengajar yang relatif rendah, dan masalah kelima adalah penyelenggaraan kursus yang tidak “well-organized”. Kelima masalah tersebut mengakibatkan pembelajaran bahasa Indonesia kurang efektif dan pencapaian tujuannya kurang optimal.
Selain
itu, penyebab terjadinya kesalahan penutur asing dalam mempelajari
bahasa Indonesia adalah faktor yang berasal dari diri pembelajar
(penutur asing) yaitu adanya pengaruh bahasa ibu, minimnya penguasaan
kaidah bahasa Indonesia, dan terbatasnya penguasaan perbendaharaan kata
(repertoar) bahasa Indonesia. Kesalahan yang pertama merupakan kesalahan
yang sering ditolerir oleh para pengajar karena mereka berasal
dari berbagai Negara dengan bahasa ibu yang berbeda-beda sehingga cukup
sulit untuk melepaskan diri dari ikatan bahasa ibunya. Kesalahan masif
akibat ini adalah dalam tataran fonologis. Sebagai contoh, penutur asing
yang berlatar belakang bahasa ibu bahasa Jepang tidak bisa mengucapkan
bunyi [l] seperti pada kata lagi sehingga menjadi [ragi]
dan hal ini menimbulkan perbedaan makna yang signifikan. Perbedaan
semacam ini, bukan lagi bersifat fonetis, yakni perbedaan yang tidak
bermakna, tetapi merupakan perbedaan fonemis, perbedaan yang menimbulkan
perbedaan makna signifikan.
Penyebab
kesalahan yang lain yaitu penutur asing belum menguasai kaidah bahasa
Indonesia sehingga sering kaidah bahasa ibunya diterapkan ketika
berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mengikuti
pola hukum diterangakan- menerangan, berkebalikan dengan
bahasa-bahasa di Eropa. Karena itu, penutur atau pembelajar yang berasal
dari Eropa sering menerapkan kaidah atau poal bahasanya, menerangkan-diterangkan, kedalam berbahasa Indonesia.
Kesalahan
lain penutur asing dalam berbahasa Indonesia adalah adanya keterbatasan
repertoar (perbendaharaan kata) bahasa Indonesia. Hal ini sebenarnya
merupakan gejala umum bagi para pembelajar yang sedang mempelajari
bahasa kedua atau bahasa asing . Sebagai satu contoh, “Maaf saya
terlambat karena berangkat dari kampus jam 11”. Dalam tuturan tersebut, kata berangkat yang dimaksud adalah kata pulang, tetapi karena keterbatasan penguasaan kosa kata dan juga kaidah bahasa Indonesia, maka dipilihlah kata berangkat (Widyaningrum dalam Indrariani, 2008).
Sementara
itu Wibowo (2005: 190-2070) dalam penelitian tentang perbandingan
pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing di INCULS (Indonesian Language and Culture Learning Service),
sebuah lembaga pelatihan dan pengajaran bahasa dan budaya Indonesia
bagi penutur asing milik Universitas Gadjah Mada, Wisma Bahasa, dan
Realia Yogyakarata menunjukkan bahwa proses pembelajaran secara umum
masih grammar translation method, walaupun ketiganya menegaskan
bahwa pembelajaran mereka menggunakan pendekatan komunikatif. Selain
itu, bahan ajar juga belum disiapkan dengan baik sehingga masing-masing
pengajar menginterpretasikan secara bervariasi tentang materi dan
pengembangannya. Temuan yang lain yaitu para pengajar masih terjebak
menggunakan bahasa ibu pembelajar (penutur asing) atau bahasa
Internasional. Hal ini justru memperlambat pengusaan bahasa Indonesia
oleh penutur asing.
2.3 Antisipasi Mengatasi Kesalahan
Selain itu, George dalam bukunya berjudul Common Errors in Language Learning : Insight From English berpendapat “…an error is an “unwanted form”, specifically, a form which a particular course designer or teacher does not want” (1972: 2). Hal ini berkaitan erat dengan standar-standar tertentu yang telah digariskan oleh guru dan penyusun kurikulum. Penyimpangan atas standar-standar tersebut berarti melakukan kesalahan dan harus segera diantisipasi dan diatasi.
Pada bagian lain, George (1972:80) menyatakan bahwa ada dua langkah antisipasi dalam mengatasi kesalahan berbahasa,yakni (1) memberi waktu khusus untuk melakukan koreksi atas kesalahan-kesalahan, (2) mengarahkan sikap dan perasaan pembelajar pada bentuk-bentuk standar bahasa target. Apabila langkah antisipasi gagal, maka diperlukan langkah-langkah remedi yang meliputi: (1) mengidentifikasi dan mendaftar bentuk-bentuk yang tidak diinginkan, (2) menyeleksi sejumlah bentuk yang tidak diinginkan tersebut untuk proses remedi, (3) mempelajari setiap kesalahan yang sudah diseleksi sebagai bahan pertimbangan penyiapan bahan untuk pembelajaran ulang dengan pendekatan yang berbeda terhadap bentuk-bentuk yang diinginkan, (4) menentukan organisasi dan strategi pembelajaran dalam kelas sehingga hasil remedi ini dapat diaplikasikan, (5) memilih dan membuat mated remedi untuk kesalahan-kesalahan khusus, dan (6) menerapkan hasil-hasil tersebut dalam proses pembelajaran dan aktivitas kelas secara terus-menerus dengan tetap memperhatikan kesalahan-kesalahan yang terjadi.
Senada dengan O’Grady, Tarigan. menyatakan bahwa kesalahan berbahasa sering dijumpai dalam pembelajaran bahasa, baik pembelajaran bahasa kedua atau juga dalam pembelajaran bahasa pertama. Untuk itu, diperlukan suatu prosedur untuk mengurangi
atau bahkan menghilangkan sama sekali kesalahan-kesalahan tersebut.
Tarigan mengajukan langkah-langkah prosedur tersebut yang merupakan modifikasi langkah-langkah analisis kesalahan yang diajukan Ellis (1986) dan Sidhar (1985).
Langkah-langkah mengurangi kesalahan-kesalahan berbahasa menurut Tarigan adalah: (1) mengumpulkan data yang berupa kesalahan-kesalahan berbahasa yang dibuat pembelajar, (2) mengidentifikasi
dan mengklasifikasi kesalahan; tahap pengenalan dan pemilah-milahan
kesalahan berdasarkan kategori ketatabahasaan, (3) membuat peringkat kesalahan yang berarti membuat urutan kesalahan berdasarkan keseringan kesalahan-kesalahan itu muncul, (4) menjelaskan kesalahan dengan mendeskripsikan letak kesalahan, sebab-sebabnya dan pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan daerah atau butir kebahasaan yang rawan menyebabkan kesalahan, dan (6) mengoreksi kesalahan berupa pembetulan dan penghilangan kesalahan berupa penyusunan bahan yang tepat dan penentuan strategi pembelajaran yang serasi (Tarigan, 1988: 71-72).
Selain langkah-langkah di atas, Tarigan (1988: 50-56) juga mengajukan tahap-tahap pembelajaran remedi sebagai tindak lanjut dari identifikasi dan analisis kesalahan-kesalahan berbahasa. Tahap-tahap itu meliputi, diagnosis kesalahan, perawatan/penyembuhan kesalahan, penanggulangan kesalahan dan perbaikan kesalahan. Pembelajaran remedi ini hendaknya didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
(1) frekuensi kesalahan, (2) kesalahan insidental atau kesalahan
abadi/terus-menerus, (3) dampak kesalahan tersebut terhadap performansi
berbahasa pembelajar, (4) dampak kesalahan tersebut terhadap pemaknaan bahasa, (5) peluang keberhasilan dalam pengurangan kesalahan, (6) dampak pada pembelajar itu sendiri. Adapun tahap-tahap metode pembelajaran remedy yang diusulkannya meliputi: (1) membatasi ranah masalah dan menentukan teaching point; (2) memberi contoh-contoh yang jelas mengenai bentuk-bentuk yang benar dari kesalahan-kesalahan yang mereka buat; dan (3) memberi kesempatan yang cukup dalam penggunaan bentuk-bentuk yang tepat dalam berbagai konteks bahasa.
Sementara itu, Lightbown dan Nina Spada memberikan alternatif pembelajaran bahasa kedua/asing yang memungkinkan dapat direduksinya kesalahan-kesalahan berbahasa. Usulan itu dirumuskan dalam kalimat-kalimat berikut (1) Get it right from beginning, ‘benar sejak awal’; (2) Say what you mean and mean what you say, ‘katakanlah apa yang Anda maksudkan dan artikan apa yang Anda katakana’ (3) Just listen and read, ‘dengarkanlah dan baca’; (4) Teach what is teachable, ‘ajarkanlah apa yang bisa diajarkan’; dan (5) Get it right in the end, ‘benar diakhir’(Lightbown,1999:117)
3. Penutup
Dari uraian di atas dapat dicatat beberapa hal penting. Pertama, kesalahan berbahasa dibedakan menjadi dua jenis yaitu kesalahan terbuka dan kesalahan tertutup. Kesalahan terbuka meliputi error, mistake, dan lapse. Error (kesalahan) adalah penyimpangan berbahasa secara sistematis dan terus-menerus sebagai akibat belum dikuasainya kaidah-kaidah bahasa target. Mistake (kekeliruan) terjadi ketika seorang pembelajar tidak secara konsisten melakukan penyimpangan dalam berbahasa. Adapun lapse, (selip
lidah) adalah bentuk penyimpangan yang disebabkan pembelajar kurang
konsentrasi, rendahnya daya ingat atau sebab-sebab lain yang dapat
terjadi kapan saja dan pada siapa pun. Adapun kesalahan tertutup merupakan kesalahan yang tersembunyi di balik kalimat yang tersusun secara benar menurut tata bahasa tetapi tidak benar secara semantis.
Kedua, ketidakefektivan pembelajaran bahasa Indonesia dipengaruhi oleh lima hal yaitu (1) bentuk kelas individual dan kelas klasikal; (2) bahan pembelajaran yang tidak sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa dan latar belakang pembelajar; (3) metode pengajaran yang dipakai dalam pembelajaran tidak tepat; (4) kualifikasi pengajar yang relatif rendah; (5) penyelenggaraan kursus yang tidak “well-organized”. Akibat kondisi tersebut, pencapaian tujuannya pembelajaran bahasa Indonesia bagi orang asing menjadi kurang optimal.
Ketiga,
penyebab terjadinya kesalahan penutur asing dalam mempelajari bahasa
Indonesia adalah faktor yang berasal dari diri pembelajar (penutur
asing) yaitu pengaruh bahasa ibu, minimnya penguasaan kaidah bahasa
Indonesia, dan terbatasnya penguasaan perbendaharaan kata (repertoar)
bahasa Indonesia.
Keempat, agar kesalahan-kesalahan berbahasa dapat dikurangi maka dapat dilakukan dengan cara: (1) mengumpulkan data kesalahan berbahasa pembelajar, (2) mengidentifikasi
dan mengklasifikasi kesalahan; pengenalan dan pemilah-milahan kesalahan
berdasarkan kategori ketatabahasaan, (3) membuat peringkat kesalahan berdasarkan frekuensi kesalahan, (4) menjelaskan kesalahan dan sebab-sebabnya terjadinya dan pemberian contoh yang benar, (5) membuat perkiraan butir kebahasaan yang rawan menyebabkan kesalahan, dan (6) mengoreksi kesalahan
DAFTAR PUSTAKA
Abdul-Hamied, F. 1988. “Keterpelajaran dalam Konteks Pemerolehan Bahasa”. Makalah Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa II Unika Atmajaya, Jakarta, 23-24 Agustus.
Abdul-Hamied, F. 1997. “Pengembangan Pendidikan Bahasa dan Seni lewat Medium Internet”. Makalah Seminar Pemanfaatan Internet, FPBS IKIP Bandung 26 Maret.
Alatis, J.E. et.al. (eds). 1981. The second language classroom; directions for the 1980 ’s.
Bailey, K.M., M.H. Long, & S. Peck (penyunting). 1983. Second Language Acquisition Studies. Rowley: Newbury House Publishers.
Bloomfield, L. 1933, 1966. Language. New York: Holt, Rhinehart and Winston.
Brindley, Geoff (ed.). 1990. The Second Language Curriculum in Action. Sydney NSW : Macquarie University Press.
Coleman, H. (penyunting). 1996. Society and the Language Classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
Dardjowidjojo, Soenjono. 1995. “Masalah dalam Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing di Indonesia”. Kongres Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing , 28-30 Agustus, Universitas Indonesia, Jakarta.
Dulay, H., M. Burt, & Krashen, S. 1982. Language Two. New York: Oxford University Press.
Ellis, Rod. 1986. Classroom Second Language Development. Oxford : Pergamon Press.
Felix, U. 1998. Virtual language learning: finding the gems among the pebbles. Melbourne: The National Languages and Literacy Institute of Australia Ltd.
George, H.V. 1972. Common Errors in Language Learning ; Insight From English. Massachusetts : Newbury House Publisher.
Indrariani,
Eva Ardiana. 2008. “Perilaku Verbal antara Dosen dan Mahasiswa Asing
dalam Interaksi Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Skripsi untuk Meraih Gelar Sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang.
Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. New York: Longman Publishing Group.
Lightbown, Patsy M dan Nina Spada. 1999. How Languages Are Learned (Revised Edition). Oxford : Oxford University Press.
Ministery Of National Educaton. 2009. Clossing Address by HE Minister of National Education at the Closing Ceremony of the 2008/2009 Darmasiswa Program. 28 May.
Munawarah, Sri. 1996. “Kesalahan Penulisan yang Dilakukan Penutur Asing dalam Belajar Bahasa Indonesia”. Konferensi Internasional II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II). 29 Mei - 1 Juni, IKIP Padang.
Nimmanupap, Sumalee. 1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk pembelajar Asing di Thailand”, Makalah Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta, 26-30 Oktober.
Norissh, John. 1983. Language Learners and Theirs Errors. London : The Macmillan Press.
O’Grady, William dan Michael Dobrovolsky. 1989. Contemporary Linguistics : An Introduction. New York : St. Martin’s Press.
Rivai, S. Faizah Soenoto. 1998. “Pengajaran Bahasa Indonesia untuk Pembelajar Asing di Italia”, Makalah Kongres Bahasa Indonesia VII, Jakarta, 26-30 Oktober.
Soenardji, 1989, Sendi-Sendi Linguistika bagi Kepentingan Pembelajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Spillane, James. 1993. “Kesulitan Orang Asing Belajar Bahasa Indonesia”. Makalah Seminar Sehari Pengajaran Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Asing, 16 Maret, Yogyakarta.
Suratminto, Lilie, 1996. “Remedial Class untuk Mahasiswa BIPA Tingkat Tengah dan Lanjutan”. Makalah Konferensi Internasional II Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (KIPBIPA II), 29 Mei - 1 Juni, IKIP Padang.
Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung : Penerbit Angkasa.
——— . 1989. Pengajaran Remedi Bahasa. Suatu Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Depdikbud.
Wibowo,
Ridha Mashudi. 2005. “Kajian Perbandingan Pengajaran Bahasa Indonesia
bagi Penutur Asing (BIPA) di Yogyakarta”. Makalah disajikan dalam Seminar Pekan Ilmiah Bahasa dan Sastra Indonesia XXVII di Fakultas Bahasa dan Seni UNY Yogyakarta, 12-18 September.
Wojowasito, 1977, Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, Bukan Bahasa Ibu), Bandung: Shinta Dharma
www.google.com/pengajaran/bahasa, Diakses 21 April 2008.
Zamzani. 2007. Kajian Sosiopragmatik. Yogyakarta: Cipta Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar