Kendala-kendala Penguasaan Struktur Kalimat Bahasa Indonesia
bagi Mahasiswa Asing pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
FPBS UPI Bandung
oleh
Kosadi Hidayat S
FPBS
UPI Bandung
Abstrak
Di Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI pada semester genap tahun
2000/2001 ada dua orang asing yang sedang mengikuti kuliah. Saya merasa tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap kedua orang mahasiswa tersebut. Penelitian ini difokuskan
pada penguasaan struktur kalimat bahasa Indonesia. Setelah dilakukan
penelitian, penguasaan struktur kalimat bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing
itu masih kurang. Ada berbagai kendala
yang menyebabkan mahasiswa asing itu kurang menguasai struktur kalimat bahasa
Indonesia, yaitu:
1) Kandungan makna yang terdapat dalam struktur
kalimat BI masih kurang mereka
pahami;
2) Pemahaman terhadap konsep struktur kalimat BI
masih samar-samar;
3)
Satuan-satuan linguistik yang menjadi unsur pembangun kalimat
BI belum mereka kuasai;
4)
Kerancuan pemahaman terhadap posisi fungsi, kategori dan
peran dalam sebuah kalimat;
5)
Penggunaan BI masih dipengaruhi kebiasaan penggunaan
berbahasa ibunya;
6)
Struktur pola kalimat BI berbeda dengan struktur kalimat
bahasa ibu mereka;
7)
Penguasaan kosakata dan proses pembentukannya belum banyak
mereka ketahui
8)
Penguasaan membaca buku-buku kebahasaan masih kurang.
Sehubungan dengan itu, berbagai usaha perlu diupayakan untuk
menanggulangi proses pembelajaran bahasa Indonesia bagi orang asing itu.
1.
Pendahuluan
Bahasa Indonesia
sebagai bahasa asing telah merambah ke
berbagai mancanegara, misalnya di negara Amerika terdapat sembilan universitas dan di Jerman kurang lebih
enam lembaga pendidikan (Soedjiarto, 1988); di Jepang ada dua puluh delapan
(Shigeru, 1988 dlm. Dardjowijoyo, 1998:797); di Thailand ada lima buah
universitas yang menawarkan bahasa Melayu sebagai bahasa asing ( Nimmanupap,
1998); di Italia (Rivai, 1998); di Australia dan di Selandia Baru, BI tidak
hanya diajarkan di tingkat universitas bahkan di tingkat sekolah dasar dan
menengah pun sudah diajarkan dan di negara-negara asing lainnya yang tidak
dapat disebutkan satu persatu di sini. Perlu juga kita ketahui bahwa BI dalam
program LOTE ( Language Other than English) merupakan salah satu dari enam
bahasa asing yang bisa dipilih sebagai mata kuliah oleh para mahasiswa (Dardjowijoyo, 1998).
Sehubungan
dengan itu, saya merasa tertarik untuk mengadakan penelitian ini yang fokus
sasarannya ialah penguasaan struktur BI bagi mahasiswa asing yang sedang
mempelajari BI sebagai bahasa asing. Dari hasil penelitian ini akan diketahui, bagaimana proses pembelajarannya, hasil yang dicapai serta
kendala-kendala apa sajakah yang dirasakan sulit oleh mahasiswa asing itu
tentang penguasaan struktur kalimat BI itu.
1.1
Masalah
Penelitian
Pembelajaran
bahasa Indonesia ( BI) bagi penutur asing masih banyak yang perlu digali
dan diteliti agar sasaran atau tujuan
yang diharapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat tercapai. Hal-hal
yang perlu mendapat perhatian itu di antaranya tujuan atau target yang ingin
dicapai, cakupan materi atau bahan pembelajaran, pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran, media dan masih banyak lagi
permasalahan yang perlu dirintis untuk dicarikan jalan pemecahannya.
Salah satu cara untuk memecahkan
permasalahan tersebut ialah melalui penelitian dan dari berbagai pokok permasalahan
yang telah disebutkan di atas, ada pokok masalah yang menarik perhatian saya,
yaitu masalah penguasaan struktur kalimat BI bagi mahasiswa asing. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin
dikaji dalam penguasaan struktur kalimat BI itu, masalah penelitian ini
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian berikut ini.
1) Sejauh manakah penguasaan mahasiswa asing terhadap
struktur kalimat BI?
2)
Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi mahasiswa asing
dalam mempelajari struktur BI itu?
Kedua pokok masalah tersebut itulah yang
akan dijadikan sasaran atau objek kajian penelitian ini.
1.2
Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan pokok masalah sebagaimana
telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini ialah untuk memerikan
1) penguasaan mahasiswa asing tentang struktur
kalimat BI; dan
2) kendala-kendala atau
hambatan-hambatan yang dihadapi mahasiswa asing
dalam
mempelajari struktur kalimat BI.
Untuk
mencapai sasaran atau target tujuan penelitian tersebut sudah tentu diperlukan
dasar pemikiran teoritis serta pengembangannya dengan mengunakan metode dan
teknik penelitian yang diterapkan di lapangan
sesuai dengan objeknya.
1.3
Kerangka Dasar
Pemikiran
Dasar pemikiran
mengapa mahasiswa asing itu diteliti penguasaan struktur kalimat bahasa
Indonesianya. Hal itu berdasarkan bahwa mahasiswa asing yang sedang kuliah di
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI telah dapat berbahasa
Indonesia. Oleh karena mereka telah dapat berbahasa Indonesia maka perlu
ditindaklanjuti melalui penelitian ini sejauh manakah penguasaan struktur
kalimat bahasa Indonesianya. Di sini timbul dugaan, yaitu mahasiswa mampu
menguasai struktur kalimat BI dengan baik dan benar atau mungkin pula
sebaliknya.
1.4
Metode dan Teknik Penelitian
Metode yang diterapkan dalam penelitian
ini ialah metode deskriptif karena data yang diungkapkan benar-benar terjadi
pada saat penelitian ini dilakukan dan untuk mendeskripsikan prilaku berbahasa
Indonesia bagi mahasiswa asing itu sebagai
langkah awal digunakan teknik tes yang kemudian diikuti teknik nontes
yang berupa observasi dan wawancara. Di
samping itu, saya selaku peneliti mengadakan temu wicara dengan para dosen
yang memberikan kuliah kepada mahasiswa asing tersebut. Hal itu
dilakukan untuk memperoleh masukan mengenai keadaan mahasiswa asing itu dalam
mengikuti kegiatan perkuliahannya, begitu juga tentang prestasi perkuliahannya.
1.5
Populasi dan
Sampel Penelitian
Populasi
penelitian ini ialah kemampuan berbahasa Indonesia mahasiswa asing yang sedang
mengikuti kuliah bahasa Indonesia di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FPBS UPI pada tahun kuliah 2000/2001. Adapun yang menjadi sampel
penelitian ialah kemampuan mahasiswa asing dalam menguasai struktur kalimat BI
yang sedang mengikuti kuliah Sintaksis pada semester VI, dan sebagai anggotanya
ialah Sdr. Miki Yamane, mahasiswa asing yang berasal dari Jepang dan Sdr.
Maheedin Ba-ngo yang berasal dari Thailand.
2. Landasan Teori
Sesuai dengan tujuan penelitian yang
telah dikemukakan di atas bahwa tujuan
penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan
kemampuan berbahasa Indonesia bagi mahasiswa asing khususnya tentang penguasaan
struktur kalimat. Landasan teori yang relevan dengan pokok masalah tersebut ialah landasan teori
tentang struktur kalimat bahasa Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, landasan
teori tentang struktur kalimat BI itu berbeda-beda, misalnya landasan teori
tradisional, struktural, transformasi dan landasan teori yang lain-lainnya.
Sehubungan dengan itu, landasan teori yang diterapkan dalam penelitian ini
ialah landasan atau pendekatan struktural. Tokoh struktural yang tidak asing
lagi di Indonesia ialah Ramlan dengan karya tulisnya Sintaksis Bahasa
Indonesia. Gorys Keraff dengan Tata
Bahasa Indonesianya, juga para ahli bahasa yang menyusun Tata Bahasa
Baku BI lebih cenderung mengarah kepada faham struktural. Dari
berbagai pandangan para ahli ini kemudian disarikan intinya yang kemudian
dijadikan ramuan teori untuk memecahkan masalah penguasaan struktur kalimat BI
bagi orang asing itu.
Inti teori
tersebut dapat disimpulkan bahwa kalimat dapat dibagi atas dua bagian besar,
yaitu kalimat sederhana dan kalimat luas. Kalimat sederhana dibagi atas dua
bagian, yaitu kalimat yang tak berklausa
dan kalimat yang berklausa satu. Adapun kalimat luas adalah kalimat yang
terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat luas itu bermacam-macam.
Macam-macam kalimat luas terdiri atas kalimat luas setara dan kalimat luas tak
setara atau lazim juga disebut kalimat majemuk bertingkat.
Selanjutnya
bagaimana menentukan tolok ukur struktur kalimat BI itu?
Tolak ukur untuk menentukan struktur kalimat
BI itu didasarkan atas analisis unsur-unsur bawahannya sebagai unsur
pembentuknya. Unsur bawahan kalimat adalah klausa. Klausa dapat digolongkan
berdasarkan tiga dasar, yaitu berdasarkan 1) struktur internal, 2) ada atau
tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan P dan kategori kata
atau frasa yang menduduki fungsi P. Analisis klausa berdasarkan struktur
internal difokuskan pada tiga tataran, yaitu: 1) fungsi, 2) kategori dan 3)
makna atau peran. Analisis fungsional klausa didasarkan atas fungsi S (subjek),
P (predikat), O (objek), Pel. (Pelengkap) dan Ket. (keterangan). Analisis kategori didasarkan atas penentuan
jenis kata yang mengisi unsur-unsur fungsi tersebut, misalnya kategori V
(Verba), (N) Nomina, A (Ajektifa) dan
kategori yang lainnya. Di bidang makna, S (Subjek) dapat bermakna Pel.
(Pelaku), Predikat bermakna Tin.
(Tindakan), Objek bermakna Pen. (Penderita) dan Keterangan dapat bermakna Tempat
(Tem.) atau Waktu (W). Rangkaian makna sebagai penjelas maksud tersebut
bergantung pada konteks kalimatnya.
Sebagai contoh, “ Ani memetik bunga
mawar.”
Secara
fungsional kalimat di atas terdiri dari fungsi S,P, dan O. Fungsi S diisi oleh
kata Ani dan kategori kata Ani itu termasuk golongan N, fungsi P terdiri dari
kata memetik yang tergolong kategori V, dan fungsi O terdiri dari kelompok kata
bunga mawar yang tergolong kategori FN ( Frasa Nomina).
Di bidang makna S pada kalimat di atas menyatakan makna
pelaku (Pel.) karena Anilah yang melakukan tindakan atau perbuatan memetik dan
P yang diduduki oleh kata menyiram mengandung makna tindakan (Tin.) dan O yang dinyatakan oleh kata bunga mawar
dengan kategorinya FN menyatakan makna penderita.
Perlu juga dikemukakan di sini bahwa makna
P merupakan unsur klausa yang penting dalam struktur kalimat sebab unsur P pada
umumnya unsur yang selalu hadir dalam setiap kalimat terkecuali pada kalimat yang tak berklausa karena pada
kalimat tersebut tidak memiliki unsur P. Dari pengamatan para ahli, makna yang
dinyatakan oleh P itu bermacam-macam, seperti P yang menyatakan 1) tindakan
(Tin.), misalnya ,” Dini mencuci pakaian.” 2) P menyatakan makna keadaan,
seperti dalam kalimat, “ Cuaca hari ini sangat cerah.” 3) P menyatakan makna
pengenal, misalnya, “ Ia pegawai rumah sakit.” Dan 4) P menyatakan makna jumlah, sebagai contoh,
“ Anak Pak Samin lima orang.”
Adapun makna yang dinyatakan dalam
S (subjek) ialah 1) menggambarkan pelaku, 2) alat (Al), 3) sebab (Seb.),
4) penderita (Pen.), 5) has (H), 6) tempat (Tem.), 7) penerima (Ma), 8)
pengalam (Peng.), 9) dikenal (Diken), dan 10) Terjemah (Terj).
Selanjutnya, makna yang terkandung dalam fungsi Objek (O). Objek dibagi
atas dua bagian, yaitu O1 dan O2. Makna
yang dinyatakan dalam O1, yaitu: 1)
Penderita, 2) Penerima (Ma), 3) Tempat (Tem.), 4) Alat (Al), dan 5) menyatakan Has (H) dan makna yang
dinyatakan dalam O2, yaitu 1) menyatakan makna penderita (Pen.) dan menyatakan
makna has (H).
Di samping makna yang menduduki
fungsi, S, P, dan O sebagaimana telah diuraikan di atas, juga fungsi yang
lainnya, yaitu fungsi pelengkap (Pel.) dan Keterangan (Ket.). Makna yang terkandung dalam fungsi pelengkap (Pel.),
yaitu 1) makna penderita (Pen.) dan makna alat (Al) sedangkan makna yang
terkandung dalam makna keterangan (Ket.) terdiri atas 11 (sebelas) makna,
yaitu: makna yang menyatakan 1) tempat
(Tem.), 2) waktu (W), 3) cara (C), 4) penerima (Ma), 5) peserta (Pes.), 6) alat
(Al), 7) sebab (Seb.), 8) pelaku (Pel.),
9) keseringan (Kes.), 10) perbandingan (Perban) dan 11) perkecualian
(Perkec).
Suatu hal lagi yang perlu diperhatikan dalam bangun struktur kalimat
bahasa Indonesia adalah keefektifannya sebab suatu struktur kalimat tidak hanya
ditinjau dari segi bentuk dan prosesnya semata-mata melainkan harus pula
diperhatikan fungsi praktis kalimat adalah sebagai alat komunikasi. Sebuah
kalimat dapat dikatakan efektif apabila kalimat tersebut dapat dijadikan alat
penyampai ide, gagasan atau pesan pembicara atau penulis kepada penyimak atau
pembaca sehingga si penyimak atau pembaca itu dapat memahami kandungan maksud
yang disampaikan si pembicara atau penulis itu. Oleh karena itu, keefektifan
suatu kalimat sangat perlu diperhatikan. Untuk itu, suatu kalimat dapat
dikatakan efektif apabila memiliki: 1) kesatuan gagasan, 2) koherensi yang
kompak, 3) diksi yang cocok, 4) ragam atau variasi, 5) paralelisme, 6)
kelogisan yang runtut dan runtun, 7) penekanan, dan 8) kehematan.
Demikian, sepintas
kilas tentang landasan teori yang dijadikan tolok ukur untuk menentukan
struktur kalimat bahasa Indonesia itu.
Setelah landasan teori ini diinternalisasi dan diakumulasi dengan
komponen-komponen penelitian yang lainnya kemudian disusun instrumen. Instrumen
itu merupakan alat pengumpul data. Agar instrumen yang digunakan pada mahasiswa
asing itu cukup handal, terpercaya dan praktis maka ditempuh melalui
penyeleksian materi tes, penyusunan kisi-kisi, penyusunan soal, uji coba soal,
analisis soal, revisi soal dan barulah membuat soal yang benar-benar jadi.
Setelah soal itu disajikan kepada
mahasiswa asing tersebut kemudian diperoleh data. Data tersebut kemudian
diolah, dianalisis dan dibahas. Analisis data dan pembahasannya dapat diikuti
pada uraian berikut.
3 Data, Analisis dan Pembahasannya
Data
kemampuan penguasaan struktrur kalimat BI bagi mahasiswa asing itu diperoleh
melalui tes tertulis dan wawancara serta pengamatan langsung terhadap orang
asing itu dengan mempersilakan mereka
untuk berkomunikasi dengan teman-teman mahasiswa orang Indonesia dan
dengan dosen yang kebetulan di antara dosen itu adalah peneliti sendiri.
Setelah seluruh data itu terkumpul kemudian diolah
dan dianalisis. Dari hasil pengolahan data tes tertulis, hasil kemampuan penguasaan
struktur kalimat BI bagi orang asing itu masih kurang. Rata-rata penguasaan
struktur kalimat BI ialah 40 dan dari hasil penguasaan lisan 50 sehingga
rata-rata kemampuan mahasiswa asing itu 45.
Dengan kata lain, kemampuan penguasaan struktur kalimat BI bagi
mahasiswa asing itu masih belum memadai. Sehubungan dengan itu, timbul
pertanyaan. Hal-hal atau faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan mereka
belum mampu menguasai struktur kalimat bahasa Indonesia itu?
Jawaban
terhadap pertanyaan tersebut perlu dianalisis dari sumber data yang telah
diajukan kepada mahasiswa asing melalui tes dan wawancara dan untuk kurang
memahami struktur kalimat BI perlu
difokuskan pada materi atau bahan yang diteskan dan hasil wawancara antara
penulis dengan para mahasiswa asing itu. Adapun faktor memudahkan proses
analisis, faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan mereka -faktor yang
disorot ialah 1) latar belakang penguasaan bahasa Indonesia sebagai bahasa
asing, 2) penguasaan kosakata BI, 3) penguasaan kebahasaan, khususnya tentang
struktur kalimat BI.
Baiklah untuk mengupas ketiga faktor
tersebut, pembahasaannya dapat diikuti pada uraian berikut.
3.l Latar Belakang
Penguasaan Bahasa Indonesia
Kemampuan mahasiswa asing yang
diteliti ini berlatar belakang bahasa
dan bangsa yang berbeda, yaitu dari Jepang dan dari Thailand. Oleh karena itu,
penguasaan berbahasa Indonesianya pun
berbeda pula. Sdr. Maheedin Ba-ngo yang berasal dari Thailand penguasaan BI-
nya sudah lebih baik daripada Sdr. Miki Yamane dari Jepang. Berdasarkan hasil wawancara dengan Sdr.
Ba-ngo yang berasal dari Thailand menyatakan bahwa dalam pemikirannya BI itu
sama dengan bahasa Melayu seperti bahasa Malaysia tetapi setelah dia datang ke
Indonesia ternyata banyak sekali perbedaan. Namun, diakuinya bahwa antara
bahasa Patani dengan bahasa Indonesia banyak unsur persamaannya karena antara
kedua bahasa tersebut masih serumpun.
Lebih lanjut, ia menyatakan belum
pernah mempelajari BI seperti yang dirasakan sekarang. Kalau begitu, kapan dan
di mana ia mempelajari bahasa Melayu? Ia mempelajari bahasa Melayu selama
mengikuti pelajaran agama Islam di sekolah Aliyah. Perlu dikemukakan di sini
bahwa sistem belajar yang ditempuh masyarakat di Patani ditempuh melalui dua jalur. Jalur pertama, yaitu pendidikan
umum dimulai dari tingkat sekolah dasar
sampai dengan tingkat sekolah menengah atas. Pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar pendidikan umum itu dilaksanakan pada pagi hari. Setelah usai
mengikuti pendidikan umum, pada sore
hari ia mengikuti pendidikan agama di sekolah
Aliyah ( Sekolah pendidikan Agama Islam Atas). Pada saat belajar di Aliyahlah
ia banyak mengikuti pelajaran bahasa Melayu mirip bahasa Melayu di Malaysia.
Suatu hal yang
menarik ialah bahasa tulis yang digunakan pada saat proses belajar mengajar di
Aliyah ialah Bahasa Arab Melayu sedangkan bahasa tulis yang digunakan pada saat
proses belajar mengajar di SMU ( Matayom Play ialah bahasa Rumi (Romawi) sama
seperti di Indonesia, yaitu bahasa Latin sebab bahasa Latin termasuk
rumpun
bahasa Romawi (Shadily, 1986:293l). Di samping itu ada hal lain yang menarik ialah pelafalan bunyi-bunyi bahasa Rumi itu
dilafalkan seperti lafal bahasa Inggris. Jadi, dapat dibayangkan betapa mereka mengalami proses pemahaman
bunyi bahasa yang begitu kompleks
sehingga tidak pelak lagi penggunaan bahasa Melayu yang dipelajarinya terjadi
kerancuan, baik kerancuan fonologis, morfologis atau sintaksis. Faktor lain
yang menyebabkan mereka kurang memahami struktur kalimat BI ialah kekurangan
sumber bacaan kebahasaan dalam bahasa Indonesia. Penguasaan kebahasaan dalam
bahasa Indonesia hanya berbekal penguasaan bahasa Melayu sewaktu belajar di
sekolah agama. Walaupun dengan berbekal
penguasaan bahasa Indonesia yang kurang mereka bertekad untuk mempelajari BI
pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di FPBS UPI. Tekad inilah
yang patut dibanggakan dan dihargai dengan sambutan yang sebaik-baiknya.
Berbeda halnya dengan Sdr. Miki Yamane
yang berasal dari Jepang. Bahasa Indonesia bagi Sdr. Yamane itu betul-betul
asing sehingga komunikasi baik di dalam kelas maupun di luar kurang
komunikatif. Walaupun demikian, upaya untuk mengkondisikan agar terjadi
interaksi yang komunikatif perlu berbicara yang dilakukan dengan berulang-ulang dan bila
komunikasi secara tertulis perlu dibantu
media kamus atau secara langsung yang bersangkutan mengajukan pertanyaan. Upaya
ini berdampak positif sebab dari hari ke hari interaksi antara saya dengan yang
bersangkutan mengalami kemajuan. Di samping itu, Sdr. Miki Yamane rajin
berinteraksi dengan mahasiswa dan masyarakat baik di lingkungan kampus
maupun di luar kampus. Ia sengaja
bertempat tinggal di daerah Kompleks Sarijadi.
Ia adalah lulusan Sarjana Muda Jurusan City Planning di Universitas Hiroshima.
Adapun latar belakang penguasaan berbahasa Indonesianya ialah melalui
“Multi-Group Indonesian Language Class mulai bulan April 1988 sampai dengan
bulan Agustus 2000. Jadi, kurang lebih 2 tahun, ia belajar bahasa Indonesia.
Penguasaan berbahasa Indonesianya masih tergolong tingkatan dasar.
Demikian sekilas gambaran tentang latar belakang
penguasaan bahasa Indonesia bagi mahasiswa asing yang berasal dari Thailand dan
Jepang itu. Selanjutnya, bagaimana pembahasan tentang penguasaan struktur kalimat
bahasa Indonesia bagi kedua mahasiswa asing itu
dapat diikuti pada uraian di bawah ini.
3.2 Analisis dan Pembahasan Penguasaan
Struktur Kalimat
Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa tolok ukur untuk
menentukan penguasaan struktur kalimat BI bagi mahasiswa asing itu didasarkan atas analisis kalimat secara
struktural. Analisis difokuskan pada
tiga tataran, yaitu fungsi, kategori dan peran atau makna. Agar proses
analisis ini cukup jelas, patut diketengahkan tentang data penguasaan struktur kalimat yang dibuat
oleh para mahasiswa asing itu. Data yang diungkapkan di sini meliputi dua
aspek, yaitu aspek penguasaan struktur kalimat BI yang diperoleh dari hasil tes dan yang kedua penguasaan kalimat BI yang diekspresikan oleh
mahasiswa asing itu secara bebas kemudian ditulis.
Dari hasil pengolahan data melalui tes tertulis, mahasiswa
asing itu masih mengalami kesulitan dalam menyusun struktur kalimat BI yang
gramatikal. Mereka belum mampu membedakan struktur kalimat BI yang berpola gramatikal dan yang bukan, sebagai contoh
(l) Dia
tidak ambil potlot saya.
(2) Saya tidak ketemu dengan dia dari kemaren.
(3) Saya
faham apa yang dijelaskan.
Secara fungsional kalimat (1), (2) dan (3) bila dianalisis
berdasarkan fungsi, ada yang sudah tepat dan ada pula yang masih kurang tepat.
Demikian pula, kalimat tersebut bila
ditinjau dari kategori kata yang menduduki fungsi predikat belum tepat
sebab bentuk kata-kata tersebut tidak
gramatikal, seperti kata ambil, ketemu, dan faham.
Kategori
kata ambil dan faham termasuk kategori kata kerja bentuk asal atau dasar. Kedua
kata kerja tersebut tergolong kata kerja transitif. Oleh karena itu, kedua kata
kerja tersebut bila diterapkan dalam konteks kalimat, maka kata kerja tersebut
harus dibubuhi awalan me-. Jadi, kalimat itu akan sangat gramatikal bila
strukturnya berbunyi, “
(1)
Dia
tidak mengambil potlot saya.
(2) Saya tidak menemui dia dari kemarin.
(3) Saya memahami apa yang dijelaskannya.
Timbul pertanyaan mengapa kata ambil, dan
faham itu kurang gramatikal dalam struktur
tersebut? Kata-kata tersebut kurang gramatikal dalam konteks kalimat tersebut karena, kata
ambil dan faham termasuk kategori kata dasar. Kategori kata dasar bila
diterapkan dalam struktur kalimat pada umumnya akan berupa kalimat suruh.
Contoh, “Ambil potlot itu!" Atau ambillah potlot itu! Jadi, berdasarkan
hasil penelitian ini dapat ditemukan
bahwa kendala yang menyebabkan bagi mahasiswa asing kurang memahami struktur
kalimat BI dikarenakan belum menguasai konstruksi kategori kata dalam konteks
kalimat. Dasar pemahaman konstruksi kategori kata itu tidak terlepas dari
bidang morfologi. Oleh karena itu, penguasaan morfologi BI bagi mahasiswa
asing sangat diperlukan sebelum mereka
mempelajari struktur kalimat BI.
Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa mahasiswa asing belum menguasai struktur kalimat secara
gramatikal disebabkan masih banyak ditemukan kesalahan-kesalahan dalam
menggunakan kalimat itu dengan baik dan benar.
Dengan kata lain, kesalahan yang dibuat mereka adalah kesalahan
yang disebabkan kurang memahami aspek
ketatabahasaan dalam BI. Kesalahan lain yang ditemukan dalam penelitian
ini ialah penggunaan BI yang benar-benar
kacau. Untuk itu, perhatikan data berikut ini.
(1)
Kita tidak dapat krana ingin kita.
(2)
Saya ingin mengungkapkan sesuatu yang tidak terungkapkan
dalam bentuk lain dan pertanya-pertanya itu.
(3)
Sedang penyair jadinya penyair harus dengan membaca
buku-buku.
Kalimat yang diungkapkan oleh mahasiswa yang bersasal dari
Thailand ini benar-benar sangat kacau sebab di samping struktur kalimatnya yang
tidak beraturan juga arti yang terkandung dalam kalimat tersebut tidak
dipahami. Setelah dilakukan pengecekan secara langsung melalui wawancara dengan
yang bersangkutan ternyata mereka masih sangat sulit untuk mengekspresikan
kalimat dalam BI karena faktor 1) penguasaan kosakata BI masih kurang, 2)
kurang memahami fonem BI, 3) Kurang memahami morfem BI dan konstruksinya, 4)
kurang memahami konstruksi struktur kalimat BI serta unsur-unsur yang terkandung
di dalamnya.
Suatu hal yang
menarik dari hasil penelitian ini ialah tentang penguasaan kalimat yang
diungkapkan oleh mahasiswa yang berasal dari Jepang, sebagai contoh
(1) Saya itu buku baca.
(2) Saya tempat itu tahu.
Kalimat (1)
dan (2) di atas merupakan interferensi dari bahasa Jepang sebab dalam bahasa
Jepang konstruksi kalimatnya berpola S O
P seperti “ Watashi wa hon o yomu.” Watashi = saya, hon = buku, dan yomu = membaca. Jadi, kalimat tersebut bila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Saya buku membaca. Hal itu
berbeda dengan konstruksi kalimat BI. Konstruksi kalimat BI berpola SPO.
Kebiasaan menggunakan bahasa ibu terkadang telah melekat, akibatnya sangat
berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Di
samping kesulitan pengaruh bahasa ibu terhadap bahasa asing, bahasa Indonesia,
juga kesulitan penguasaan kosakata. Jangankan
menguasai struktur kalimat BI, penguasaan kosakata pun masih sangat
terbatas. Fakta ini dapat dibuktikan, yaitu pada waktu mereka dites dan hasil
penelitian kemampuan membaca bagi mahasiswa asing yang dilakukan pada tahun
1999 di jurusan dan mahasiswa yang sama pula (Hidayat, 1999). Pembuktian yang
lainnya ialah pada saat ujian, Sdr. Miki Yamane
meminta izin untuk membuka kamus. Walaupun mereka diizinkan untuk
membuka kamus, namun masih banyak soal yang tidak dijawab. Hal ini disebabkan
mereka belum memahami benar kandungan
maksud yang terdapat dalam
kalimat yang ditanyakan itu. Akibatnya banyak soal yang tidak dijawab karena
tidak memahami pertanyaan yang diajukan
kepadanya, sebagai contoh
Apakah Sdr.
mengalami kesulitan dalam mempelajari struktur kalimat di atas? Apakah kesulitannya?
Pertanyaan tersebut dijawab oleh
mahasiswa asing yang berasal dari Jepang ialah
“ Karena ada
kata apa.”
Demikan pula pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan
jenis kata, atau unsur-unsur suatu kalimat tidak dapat mereka jawab,
seperti fungsi kalimat, kategori kata
dan peran atau makna yang merupakan satuan
pembentuk struktur kalimat. Oleh karena itu, ditemukan dalam penelitian ini
bahwa pemahaman tentang penguasaan struktrur kalimat dan bagaimana proses
penggunaannya masih belum mereka kuasai. Sebagai akhir pembahasan hasil
penelitian ini perlu disimpulkan sebagaimana diuraikan berikut ini.
4
Simpulan dan Rekomendasi
4.1
Simpulan
Setelah melalui
proses analisis data, pengolahan dan pembahasannya, hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa mahasiswa asing masih belum menguasai struktur kalimat BI.
Ada beberapa kendala yang menyebabkan mereka belum menguasai struktur kalimat,
yaitu 1) Penguasaan kosakata BI masih
kurang dan 2) Satuan-satuan linguistik sebagai unsur pembentuk struktur kalimat
belum dikuasai; 3) Penguasaan struktur kalimat bahasa ibu masih melekat
sehingga terjadi interferensi ke dalam BI sebagai bahasa asing; 4) terdapat
perbedaan antara struktur pola kalimat BI dengan bahasa ibu khusus dalam bahasa
Jepang sedangkan dalam bahasa Thailand
tidak terlalu mencolok perbedaan antara BI dan bahasa Patani masih serumpun,
yaitu rumpun bahasa Melayu.
4.2 Rekomendasi
Sehubungan dengan ditemukannya beberapa kendala yang dihadapi
mahasiswa asing dalam mempelajari BI sebagai bahasa asing maka dipandang perlu
untuk dipikirkan langkah-langkah penanggulangan. Untuk itu ada beberapa
rekomendasi yang mungkin dapat dijadikan masukan untuk memecahkan masalah
tersebut, yaitu
1) Mahasiswa
asing yang akan mengikuti kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia harus dites
terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuan dasar yang dikuasai mahasiswa asing
itu. Rekomendasi ini telah diajukan pula pada hasil penelitian kemampuan
membaca bagi mahasiswa asing di Jurusan
yang sama pada tahun l998. ( Hidayat, 1988);
2) Penyusunan rancangan garis-garis
besar perkuliahan sintaksis tentang struktur kalimat bagi mahasiswa asing;
3) Rancangan pengembangan model
pembelajaran struktur kalimat BI bagi mahasiswa asing;
4) Penyediaan sarana media pembelajaran
struktur kalimat BI baik yang bersifat elektronik maupun bukan elektronik; dan
5) Pengkajian
evaluasi hasil pembelajaran struktur kalimat BI bagi pembelajar asing.
Demikian,
beberapa rekomendasi yang dapat diajukan. Sudah tentu, masih banyak hal-
hal lain yang belum terungkapkan di
sini. Oleh karena itu, melalui konperensi yang dilaksanakan sekarang ini, kami sangat mengharapkan
masukan dan kritik yang sangat berharga dari hadirin sekalian agar proses
pembelajaran BI bagi penutur asing dapat dikemas dalam suatu program
pembelajaran yang menarik minat khususnya bagi penutur asing yang berkeinginan
untuk memperdalam atau menguasai penggunaan BI secara praktis.
Akhirnya, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena
sajian hasil penelitian ini masih sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penelitian ini perlu dilanjutkan
agar harapan serta tujuan yang diinginkan dapat dicapai.
Bandung, 23 Agustus
2001
Peneliti dan Penyaji
Kosadi Hidayat S.
Daftar Bacaan
Alderson, J. Charles & Urquhart. (1984). Reading in
Foreign Language. London: Longman.
Ellis,
Rod. (1986). Understanding Second Language Acquisition. New York: Oxford University.
Hornstein,
Norbert and Lightfoot, David. ( 1981). London: Longman.
Hidayat,
S. Kosadi. (1998). Kemampuan Mahasiswa Asing pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Membaca
Wacana Bahasa Indonesia. Bandung: UPI
Moeliono,
M., Anton. dkk. (1988). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ramlan,
M. (1982). Ilmu Bahasa Indonesia: “ Sintaksis.” Yogyakarta: CV Karyono.
Sakri,
Ajat. (1993). Bangun Kalimat Bahasa Indonesia.
Bandung: Penerbit ITB.
Seliger,
W. Herbert and Shohamy, Elana. (1989). Second Language Research
Method.
Tarigan,
Henry, Guntur. (1985). Pengajaran Sintaksis. Bandung: Angkasa.
Wallace,
Michael, J. (1991). Training Foreign Language Teacher. New York: Cambridge University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar