Senin, 12 November 2012

merancang suatu sistem tata niaga industri yang terpadu mulai dari hulu sampai hilir dari komoditi kelapa dengan memperhatikan aspek-aspek affesiensi, efektivitas, produktivitas dan value added


BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Minyak kelapa sudah dikenal di Indonesia sejak lama. Penggunaan minyak kelapa dalam kehidupan sehari-hari sangat luas seperti untuk minyak goreng/ bahan makanan, obat-obatan, bahan pembuat sabun dan lain sebagainya. Ada beberapa cara yang dikenal untuk membuat minyak kelapa yakni cara pressing, rendering, ekstraksi dengan bahan pelarut atau gabungan dari cara tersebut (Hasbullah, 2001). Minyak kelapa yang dihasilkan selama ini bermutu kurang baik, hal tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi dalam minyak kelapa dengan warna minyaknya agak kecoklatan dan mudah berbau tengik. Daya simpannya tidak lama, sekitar 2 bulan saja.
Dari hasil pengujian diperoleh minyak kelapa yang mutunya jauh lebih baik dari sebelumnya. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan asam lemak bebas yang rendah, bewarna bening dan berbau harum. Daya simpan minyak lama, dapat lebih dari satu tahun. Minyak itu disebut sebagai virgin coconut oil atau minyak kelapa murni (Novrianto, 2005).
Banyak manfaat yang diperoleh dari minyak kelapa murni seperti obat penyakit jantung dan kanker. Dengan mengkonsumsi minyak kelapa murni dapat meningkatkan ketahanan tubuh terhadap penyakit. Minyak kelapa murni dapat juga membantu mencegah infeksi virus, mendukung sistem kekebalan tubuh, menyediakan sumber energi dengan cepat, menyediakan nutrisi penting untuk kesehatan, memperbaiki sistem pencernaan dan penyerapan nutrisi, membantu kulit tetap lembut dan halus, tidak menaikkan kolesterol darah dan tidak menyebabkan kegemukan. Minyak kelapa murni juga dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetika dan susu formula. Pada saat ini, minyak kelapa murni digunakan untuk produk shampo, detergen, minyak telon dan minyak rambut (Siswono, 2006).


B.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu, untuk merancang suatu sistem tata niaga industri yang terpadu mulai dari hulu sampai hilir dari komoditi kelapa dengan memperhatikan aspek-aspek affesiensi, efektivitas, produktivitas dan value added.


























BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Usaha Tani Kelapa
Wilayah Kabupaten Nias Utara memiliki potensi yang sangat besar bagi pengembangan pertanian, antara lain karet, kelapa, padi sawah, cengkeh, jagung, kacang tanah, pinang, ubi kayu, ubi jalar, cabe dan sayuran. Pada umumnya penduduk Kabupaten Nias Utara hidup dari sektor pertanian, hal ini didukung oleh faktor fisiografis alam dan lingkungan, namun dalam pengelolaannya masih sangat terbatas. Berdasarkan data tahun 2010 jenis pertanian tanaman pangan yang memiliki luasan terbesar adalah padi sawah dengan luasan 6.200 ha, kemudian ubi jalar dengan luasan 1.000 ha, Lahan untuk kelapa yang Sudah Digunakan (Ha): 15666.7 (Status Lahan: Perkebunan Rakyat). Sedangkan jenias tanaman yang memiliki luasan terkecil adalah kacang hijau, cabe dan sayuran yang masing-masing memiliki luasan 100 ha.
Tabel Perkembangan Produksi Perkebunan Rakyat di Kabupaten Nias Utara














Kelapa (Cocos nucifera L.) sebagai salah satu kekayaan hayati Indonesia telah berabad-abad dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan, baik sebagai sumber makanan, obat-obatan, industri dan lain-lain. Hasil-hasil produk kelapa di Indonesia secara umum masih bertumpu pada minyak kelapa, padahal kelapa merupakan tanaman yang serbaguna. Tanaman kelapa memiliki keragaman produk yang tinggi, karena dari daun sampai akar memiliki manfaat dan nilai sosial ekonomi.

B.     Produk Kelapa
Seperti kita ketahui, bahwa kelapa itu memiliki banyak keuntungan baik sebelum dioalah apalagi setelah diolah. Produk sebelum diolah yaitu
1.      Daging Kelapa
Daging kelapa dapat diolah menjadi kopra dengan cara mengeringkan daging kelapa segar dengan dijemur maupun panas buatan ataupun kombinasinya. Selain itu daging kelapa juga dapat diproses menjadi kelapa parut kering (desiccated coconut) dan santan pekat yang bernilai ekonomis tinggi. Selain itu kopra atau daging kelapa segar dapat diproses menjadi minyak kelapa (crude coconut oil) dan minyak kelapa murni (virgin coconut oil). Pengolahan kelapa segar menjadi minyak kelapa murni sangat prospektif karena produk ini memiliki banyak kegunaan serta harga yang tinggi. Kegiatan pengolahan produk ini dapat dilakukan pada tingkat petani, tanpa memerlukan modal serta peralatan yang mahal.
2.      Air Kelapa
Air kelapa selain dapat diolah menjadi kecap dan asam cuka, juga dapat diolah menjadi sari kelapa (nata de coco). Secara kimiawi nata de coco merupakan selulosa yang mengandung air sekitar 98 persen yang tergolong sebagai makanan berkalori rendah, sehingga cocok untuk keperluan diet, dengan demikian dapat dijadikan konsumsi bagi setiap orang. Pengembangan produk ini di tingkat petani sangat prospektif karena teknologi pengolahannya mudah diadopsi serta pemasarannya cukup mudah dan harga produknya menguntungkan (Tarigans 2005).
3.      Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa dapat dijadikan produk kerajinan dan barang-barang souvenir yang berkualitas dan bernilai ekonomi tinggi. Selain itu, tempurung dapat pula digunakan sebagai bahan pengisi industri kayu lapis, asbes dan obat nyamuk. Lebih jauh, tempurung kelapa juga bisa diolah menjadi arang tempurung yang dapat digunakan sebagai bahan bakar atau dijadikan arang aktif yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
4.      Sabut Kelapa
Sabut kelapa dapat dijadikan kerajinan rumah tangga seperti sapu, karpet, tambang atau tali. Disamping itu, juga dapat dibuat menjadi sabut kelapa berkaret (rubberized coir fibre) untuk keperluan jok mobil, kursi, kasur, penyaring udara, peredam panas dan suara untuk konstruksi bangunan.
5.      Tandan Bunga
Salah satu produk yang dapat dihasilkan dalam usahatani kelapa adalah gula merah melalui penyadapan tandan bunga (inflorescense) dan dilanjutkan pengolahan nira yang dihasilkan. Pengolahan nira menjadi gula kelapa dapat dilakukan petani karena cara pengolahannya sangat sederhana serta tidak memerlukan modal kerja yang besar.













BAB  III
PEMBAHASAN

A.    Pengolahan Kelapa Saat ini
Saat ini, kelapa di Nias khususnya di Kabupaten Nias Utara diolah sebagai kopra setelah dipanen. Tapi, masih banyak tengkulak-tengkualak setelah mengeringkan daging kelapa segar (kopra) tidak mengolah menjadi minyak goreng, mereka langssung menjualnya kepada orang-orang yang telah menjadi langganan mereka yaitu kepada orang China yanng memiliki modal besar untuk di ekspor keluar daerah, bahkan ke luar negeri.
Dengan perkembangan zaman dan keahlian serta mengingat betapa besarnhya untung jika kopra itu di olah di daerah sendiri, maka pengolahan kelapa saat ini di Kabupaten Nias Utara sudah bisa dikatakan berkembang karena sudah terdapat 2 pabrik pengolahan daging kelapa (kopra) menjadi minyak goreng.
B.     Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Pengolahan dan Pengembangan Komoditi Kelapa.
Kelapa merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan strategis dalam perekonomian Indonesia, khususnya di Kabupatyen Nias Utara. Selain sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat, kelapa juga merupakan sumber minyak utama dalam negeri, sumber devisa, sumber bahan baku bagi industri (pangan, bangunan, farmasi, oleokimia), dan sebagai penyedia lapangan kerja. Namun apabila dilihat dari segi pendapatan petani, potensi ekonomi kelapa yang sangat besar itu belum dimanfaatkan secara optimal karena adanya berbagai masalah internal baik dalam proses produksi, pengolahan, pemasaran maupun kelembagaan (Mahmud 2008).
Di bidang produksi, produktivitas kelapa masih sangat rendah, yaitu 1,1 ton setara kopra/ha/tahun. Tingkat produktivitas ini tidak mengalami banyak perubahan selama 30 tahun terakhir, tahun 1967-1997. Hal ini terjadi karena belum diterapkannya teknologi anjuran seperti penggunaan benih unggul, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, kesesuaian iklim dan lahan, serta peremajaan. Di sisi lain, usaha tani monokultur yang dilakukan pada sebagian besar pertanaman kelapa saat ini dan usaha tani polikultur yang masih subsisten, membatasi peluang petani untuk memperoleh pendapatan yang lebih layak.
Di bidang pengolahan, beberapa masalah yang dihadapi adalah:
1)      struktur industri pengolahan kelapa didominasi oleh industri pengolahan minyak;
2)      industri pengolahan berbagai produk berskala kecil, bersifat parsial, belum dalam bentuk suatu unit terpadu;
3)      sebagian industri pengolahan tidak berada di sumber bahan baku.
Di bidang pemasaran, permintaan terhadap produk-produk tradisional terutama minyak kelapa di dalam negeri maupun internasional telah mengalami kejenuhan. Bahkan mulai menurun dengan adanya produk substitusi yang lebih murah, seperti minyak kelapa sawit.
Di bidang kelembagaan, lembaga-lembaga produksi, pengolahan, dan pemasaran belum terkait satu sama lain. Akibatnya terjadi inefisiensi usaha yang pada akhirnya menimbulkan biaya tinggi.
Dalam pengolahan kelapa, ada juga beberapa analisa SWOT yang ditemukan yaitu:
1.      Kekuatan
a.        Ketersediaan Bahan Baku Melimpah
b.       Penghasil Minyak Kelapa Terbesar Kedua di Dunia
c.        Promosi Penjualan Cukup Baik
2.      Kelemahan
a.        Kurang Pengembangan Produk
b.      Harga Minyak Kelapa Tidak Stabil
c.       Infrastruktur Kurang Memadai
d.      Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Masih Kurang
3.      Peluang
a.        Permintaan Pasar Ekspor Sangat Tinggi
b.      Perdagangan Global Semakin Terbuka Luas
c.       Peningkatan Jumlah Penduduk Dunia
d.      Pengembangan Industri Hilir
4.       Ancaman
a.       Ekspor Bahan Baku (Kelapa Utuh)
b.       Negara Pesaing Memproduksi dengan Jumlah Lebih Banyak
c.       Manajemen Industri Negara Pesaing Lebih Baik
d.      Impor dari Negara Singapore Lebih Mudah
e.       Tersaingi Produk Minyak Nabati Lain
Penerapan analisa SWOT dalam hal pengolahan rancangan komoditi kelapa atas data dari analisa SWOT di atas yaitu:
Internal

Eksternal
S(Strenght)
W(Weakness)

SO
WO
O (Opportunity)
Menyusun strategi dengan
menggunakan kekuatan
internal untuk memperoleh
profit dari peluang yang ada

Menyusun strategi untuk
memperoleh keuntungan dari
peluang yang ada dalam
mengatasi kelemahan


ST
WT
T (Threats)
Menyusun strategi dengan
memanfaatkan kekuatan yang
ada untuk menghindari
ancaman

Menyusun strategi dengan
cara meminimalkan
kelemahan dan menghindari
ancaman



C.    Produk Dari Kelapa Yang Diinginkan
Potensi pengembangan usahatani kelapa di suatu daerah sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya yang memadai. Di samping itu prospek pasar dan kebijakan pemerintah turut mendukung berkembangnya usahatani kelapa tersebut. Pentingnya pengembangan usahatani kelapa didasarkan pada peranannya yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian. Menurut Tambunan (2003), pengembangan suatu sektor/komoditi dapat menjadi pendorong pembangunan ekonomi apabila sektor tersebut memiliki ketangguhan dalam persaingan, baik di dalam maupun di pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik, maupun alam. Dengan demikian, komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan adalah komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif atau memiliki daya saing, berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis.
Agar industri pengolahan kelapa pada skala kecil-menengah dapat berkembang untuk mendukung industri skala besar, diperlukan upaya penetapan standarisasi mutu produk, fasilitasi dan pemberian insentif serta promosi investasi untuk pengembangan industri hilir.
Berbagai jenis produk kelapa komersial yang diinginkan demi meningkatkan produktivitas, efektivitas dan efesiensi yang meningkat dengan penanganannya akan diuraikan berikut ini.                   
1.      Buah kelapa muda
            Buah kelapa muda utuh disimpan dalam kotak kayu yang diisi pasir dan disusun vertikal, kemudian ditutup pasir sampai 8 cm di atas buah kelapa muda tersebut, mutu buah kelapa (daging dan air kelapa) dapat bertahan 4-5 hari. Sedangkan air kelapa muda umumnya dimanfaatkan sebagai minuman penyegar, baik yang melalui proses pengawetan maupun tanpa pengawetan.
Dalam upaya mempertahankan mutu buah kelapa muda dapat dilakukan sebagai berikut:  sebagian sabutnya dikupas menggunakan pisau lalu dibentuk sesuai keinginan kemudian direndam dalam larutan antioksidan (sodium metabisulfit) dan anti jamur (thiobendazole), dikering-anginkan lalu dibungkus plastik dan disimpan pada suhu 100C,  buah kelapa muda dapat disimpan selama 4 minggu.
Buah kelapa muda utuh dan yang sudah dikupas lalu dicelup dalam larutan antioksidan, bentuknya sangat menarik dengan warna sabut tetap putih dan dapat bertahan selama 3-4 hari. Penampilan produk buah kelapa yang menarik, sehingga lebih sesuai apabila menjadi konsumsi  perhotelan dan tempat-tempat kunjungan wisatawan atau pada acara-acara tertentu yang memerlukan  hidangan minuman ringan
2.      Minuman ringan
Minuman ringan  adalah minuman yang mengandung gula (minimum 10%), dan/atau tanpa penambahan asam serta tidak beralkohol.  Pengolahan air kelapa menjadi minuman ringan, beberapa zat yang ditambahkan adalah asam malat, asam askorbat, dan asam sitrat, serta beberapa variasi penambahan gula dengan tujuan untuk meningkatkan bahan padat terlarut.
Formulasi yang dapat diterima ialah kandungan padatan terlarut 10,0-12,0 %, pH 4.2-4.5, dan asam sitrat 0.10-0.15 %. Standar Nasional Indonesia menetapkan syarat mutu minuman ringan: gula minimum 10%, asam benzoat 50 mg/kg (maksimum), logam berbahaya negatif, glukosa negatif, bakteri, ragi  dan jamur negatif.
3.      Nata de coco
Air kelapa tua dapat difermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylenum dan bahan tambahan, akan menghasilkan produk nata de coco (Banzon dan Velasco, 1982).  Nata de coco atau sari kelapa mengandung lemak 0,2% dan serat kasar 1,05 %, dan tidak mengandung protein, sehingga nata de coco tergolong jenis makanan yang rendah kalori, yaitu hanya 1,8 kalori. Pengolahan nata de coco atau sari kelapa yang lazim dilakukan adalah menggunakan bahan tambahan pupuk urea dan memperpanjang lama fermentasi sampai 10-14 hari. Penggunaan pupuk urea sebagai bahan tambahan pada pengolahan nata de coco kurang disenangi sebagian konsumen.
Pengolahan nata de coco yang dilaksanakan oleh Balitka, dengan modifikasi sebagian dari cara yang umum dilakukan,  berdampak pada penghematan cairan starter dan gula pasir, masing-masing 9 % dan  13 %, tanpa menggunakan pupuk urea,  waktu proses 7– 8 hari (lebih singkat 50% dari yang lazim diterapkan), dan menghasilkan nata de coco dengan rendemen 75 %.
Pengawetan nata de coco dengan  penambahan natrium benzoat dan asam sitrat masing-masing dengan konsentrasi sebesar 0,1% dan 0,2% dapat mempertahankan daya simpan nata de coco selama 1 bulan. Nata de coco yang beredar di pasaran sebagian besar menggunakan kemasan kantong plastik, botol, gelas plastik cup dengan berbagai ukuran serta kemasan kaleng (Rindengan, 2000).
4.      Kopra
Umumnya pengolahan kopra yang dilakukan petani dengan cara pengasapan dan pengeringan matahari, kopra yang dihasilkan adalah kopra hari-hari dengan kadar air 15-20 %. Kopra yang demikian, jika tidak dilakukan pengeringan ulang mudah berjamur dan busuk. Kopra yang dihasilkan dengan cara pengasapan pada suhu tinggi dan tidak terkontrol akan menghasilkan kopra berwarna coklat, berbau asap dan cukup banyak bagian yang terbakar. Minyak yang dihasilkan adalah minyak tengik, warna coklat tua dan kadar asam lemak bebas yang tinggi 1-5%, menyebabkannya tidak layak dikonsumsi sebagai minyak goreng. Pada pengolahan kopra menjadi minyak akan dihasilkan minyak kelapa kasar dan bungkil.
Minyak kelapa kasar tidak layak dikonsumsi langsung, agar layak dikonsumsi harus diproses lanjut untuk menghilangkan ketengikan, warna dan menurunkan kadar asam lemak bebas, dengan proses refening dan deodorisasi. Pada kedua proses ini, akan membutuhkan tambahan biaya pengolahan cukup tinggi dan kehilangan minyak sekitar 5-7% (Nathanael, 1960).
5.      Minyak kelapa
Pengolahan minyak cara kering skala kecil yang dikembangkan di Sri Lanka dengan metode Intermediate Moisture Content (IMC). Cara pengolahan dengan IMC, sebagai berikut : kelapa diparut dan dikeringkan dengan sinar matahari, kelapa parut kering (kadar air 11-12%) dipres dengan pengepres skru semi mekanis menghasilkan minyak tidak berwarna, aroma khas, kadar air 0,1%, kadar ALB 0,1% dengan hasil samping bungkil putih.  Kelemahan metode IMC adalah kapasitas olah rendah 200 butir per hari dan pengeringan ampas kelapa tergantung cuaca. Teknologi ini lebih sesuai pada daerah dengan upah tenaga kerja rendah dan terdapat industri pengolahan yang menggunakan bahan baku bungkil putih (Ranasinghe, 1997).
D. Faktor Penentu Pengembangan
1.      Petani dan Kelembagaan
        Pemberdayaan petani adalah sebagai upaya untuk membangkitkan potensi serta kemampuan petani kearah peningkatan produktivitas dan efsiensi secara berkelanjutan. Sasarannya adalah memberikan motivasi dan membangkitkan kepercayaan masyarakat pada kemampuan sendiri.  Keterbatasan kompotensi yang dimiliki petani (pendidikan, ketrampilan dan wawasan) serta keterbatasan lahan dan dana menjadi faktor utama, yang harus dipertimbangkan dalam pemberdayaan petani   (Suryonotonegoro, 2002).
        Menurut Suryonotonegoro (2002) pemberdayaan petani dapat dilakukan  dalam dua tahap, yakni tahap pemulihan dan tahap pengembangan.
Tahap pemulihan, untuk mendidik dan mendorong motivasi petani dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi  pengolahan. Sehingga petani mampu meningkatkan motivasi dan kepercayaan pada kemampuan sendiri.
Tahap pengembangan, diarahkan untuk mengembangkan usahatani, agroindustri dan kelembagaan ekonomi. Pada tahap pengembangan diharapkan petani mampu mengembangkan kelembagaan ekonomi yang mandiri.
2.      Teknologi Pengolahan                
         Teknologi pengolahan hasil pertanian menjadi produk agroindustri ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas. Teknologi untuk agroindustri merupakan  pengubahan kimia, biokimia dan/atau fisik pada hasil pertanian menjadi produk, dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi. Produk agroindustri ini, dapat merupakan produk akhir yang siap digunakan oleh manusia  ataupun produk yang merupakan bahan baku industri lain (Mangunwidjaja dan Sailah, 2008). 
        Diupayakan penyediaan alat-alat pengolahan, terutama untuk skala kecil-menengah dengan teknologi inovatif yang diproduksi dalam negeri, dengan kinerja yang memadai. Memproduksi alat dan mesin pertanian di dalam negeri, maka devisa dapat dihemat, juga  membuka lapangan kerja di sektor manufaktur. Pengembangan agroindustri bukanlah sekedar membangun industri dipedesaan, melainkan menumbuhkan budaya industri, yangi dicirikan dengan disiplin, orientasi  usaha pada benefit, efisiensi sumber daya dan waktu,  kreatif terhadap adopsi teknologi dan pasar.
3.      Modal/Investasi
         Modal  atau  investasi merupakan faktor pembatas bagi petani/pengolah dalam pengembangan usahanya. Pemerintah telah mengambil inisiatif melalui diluncurkannya Skim Kredit Agribisnis dengan suku bunga 4 % untuk alat dan mesin perkebunan, kredit ini dalam bentuk usaha individu atau kelompok/koperasi. Dukungan sarana dan prasarana pertanian termasuk alat dan mesin pertanian serta pembinanan yang kontinu,  sangat perlu mendapat dukungan  yang memadai dari pemerintah.
         Pada awal pengembangan agroindustri kelapa, tidak memungkinkan dilakukan sendiri oleh petani/ kelompok tani, melainkan diperlukan dukungan dari berbagai pihak terkait, terutama dengan pemerintah daerah. Peran pemerintah daerah/instansi teknis dan lembaga keuangan sangat menentukan. Seirama dengan upaya pengembangan ini, pihak pabrikan memerlukan penyesuaian agar mampu menyerap produk primer yang dihasilkan petani, sehingga pengembangan akan berlangsung secara sinergi, berkelanjutan dan menguntungkan semua pihak terkait.
4.      Pengembangan Produk
Pemanfaatan kelapa oleh petani kebanyakan hanya sebatas penjualan kelapa butiran dan dalam bentuk hasil olahan umumnya berupa kopra dan minyak klentik. Usaha atau industri yang mengembangkan produk hilir kelapa yang bernilai ekonomi cukup tinggi sudah mulai dilakukan, namun masih sangat sedikit dan belum mampu memanfaatkan sumber daya kelapa, sehingga belum dapat meningkatkan pendapatan petani atau usaha kecil.
Potensi dan peluang pengembangan berbagai produk kelapa yang bernilai ekonomi tinggi sangat besar. Potensi kelapa yang sangat besar tersebut hendaknya dapat dimanfaatkan dengan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Petani kelapa hendaknya diberi kesempatan untuk menikmati hasil yang lebih baik, pengusaha disektor hilir didorong untuk berkembang dengan menyediakan berbagai sarana/ prasarana, fasilitas pembiayaan, aturan yang mendukung serta perlu dilakukan berbagai upaya untuk membuka peluang pasar. Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain virgin coconut oil, kelapa parut kering, coconut milk, arang, karbon aktif, gula kelapa, serat sabut  dan kayu kelapa (Anonim, 2006).
         Efektifnya pembinaan dan pengendalian kegiatan pengembangan dibutuhkan wadah permanen yakni kelompok tani dengan unit pengolahannya.  Peran petani menyediakan bahan baku, mengolah dan memasarkan produk yang dihasilkan, dengan bimbingan teknis dan manajemen usaha dari instansi teknis, sehingga petani termotivasi mengembangkan usaha dengan pola pikir bisnis-komersial.
          Menurut Ulrich dan Eppinger (2001) bahwa pengembangan dikatakan sukses jika produk yang diproduksi dapat dijual dengan menghasilkan laba. Lima dimensi spesifik yang berhubungan dengan laba dan digunakan untuk menilai kinerja usaha pengembangan produk, yakni:
(a)    kualitas produk; menentukan berapa  besar harga yang ingin dibayar pelanggan,
(b)   biaya produk; menentukan berapa besar laba yang akan dihasilkan oleh unit usaha pada volume penjulan dan harga penjualan tertentu,
(c)    waktu pengembangan; akan menentukan kemampuan dalam berkompetisi, perubahan teknologi, dan kecepatan menerimapengembalian ekonomis dan usaha yang dilakukan,
(d)   biaya pengembangan; merupakan komponen  yang penting dari investasi untuk mencapai profit, dan
(e)    kapasitas pengembangan; merupakan aset  mengembangkan produk lebih efektif dan ekonomis dimasa yang akan datang.  
Industri kelapa yang sudah eksis sekarang ini perlu dipertahankan dan dikembangkan, sedangkan industri kelapa yang belum optimal patut mendapat perhatian yang serius dari semua pihak terkait untuk ditingkatkan kapasitas olah dan perluasan pasar, agar potensi bahan baku yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang peningkatan nilai tambah komoditas kelapa, peningkatan nilai ekspor dan perbaikan pendapatan masyarakat perkelapaan.
Pengembangan industri pengolahan merupakan prasyarat dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing perkelapaan nasional, maka perlu dukungan kebijakan sebagai berikut :
(a)    penyederhanaan birokrasi perijinan usaha dan investasi dibidang industri pengolahan produk pada berbagai tingkatan dan skala usaha,
(b)   pembukaan akses pembiayaan dengan pemberian skim kredit khusus untuk pengembangan industri dengan berbagai skala usaha,
(c)    promosi pengembangan pengolahan hasil kelapa terpadu guna meningkatkan perolehan nilai tambah, dan
(d)   peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan komoditas kelapa dalam pengolahan dan pemasaran.
5.      Pasar dan Pengendalian Harga
         Neraca ekspor komoditas kelapa selang tahun 2005-2009 mengalami peningkatan dari $ 509,7 juta menjadi 856,7 rata-rata 22,3 %/tahun. Keadaan ini menunjukkan bahwa produksi kelapa masyarakat telah memberikan konstribusi bagi penerimaan devisa negara  yang dapat diandalkan (Anonim, 2010).
Pengendalian harga produk  perkebunan, seperti produk kelapa oleh pemerintah yakni jika harga jatuh pemerintah mengatasinya dengan APBN dan Subsidi.  Kebijaksanaan ini telah dilakukan negara  tetangga dalam mengatasi permasalahan harga produk perkebunan, antara lain karet di Malaysia dan  kopi di Thailand, yang berdampak Malaysia dan Thailand menguasai pasar ekspor produk perkebunan  unggulan (Uno, 2008). 
6.      Pemerintah dan Lembaga Penelitian
Peran pemerintah juga dibutuhkan dalam rancangan suatu sistem tata niaga industri yang terpadu ini demi peningkatan produktivitas, efektivitas dan effesiensi dari produk komoditi kelapa. Hal tersebut dapat dilihat di bawah ini:
a.             Proram Pengembangan kelapa yang disusun Litbang Pertanian dan Ditjen Perkebunan sudah bagus, namun dalam aplikasinya kurang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, diperlukan Political Will  dan adanya Micro Finance approach dalam pengembangan kelapa.
b.            Pengembangan kelapa dapat dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama daerah dengan sarana transportasi yang memadai untuk peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan kelapa terpadu. Pada daerah terpencil pemanfaatan produksi kelapa untuk menghasilkan energi, sehingga diperlukan adanya kilang coco diesel (Coco diesel plant ) untuk menghasilkan bahan bakar bagi nelayan, sehingga petani kelapa dan nelayan saling membantu satu sama yang lain.
c.             Diperlukan bantuan pemerintah untuk menata satu daerah sebagai sentra produksi kelapa, agar petani kelapa bersatu dan menjadi kuat, sehingga mampu mandiri, dan dicari areal yang sesuai untuk pengembangan Pilot Plant Industri Hilir atau Hilirisasi Industri Perkelapaan dipedesaan.
d.            Direktorat Jenderal Perkebunan,  merencanakan  peremajaan tanaman kelapa  seluas 6,4 % dari total areal yaitu 15666.7 Ha yang akan diremajakan yakni 500.00 10026,688 pengadaan bibit unggul ini, diperlukan kerjasama Balitka/Puslitbangbun dengan Pemerintah Daerah/Dinas Perkebunan Daerah dan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian. 












BAB  IV
PENUTUP

Penanganan usahatani, pengolahan dan pemasaran hasil kelapa yang efekif  membutuhkan wadah permanen kelompok tani/gapoktan dengan unit pengolahannya pada sentra produksi sebagai wilayah pengembangan. Untuk optimal pemperdayaan wadak kelompok tani, diperlukan sistem keterkaitannya dengan pihak industri skala besar/eksportir sebagai mitra, agar para kelompok tani/gapoktan dapat memperoleh manfaat yang tercipta dalam proses industrialisasi kelapa.    
Industri kelapa yang sudah eksis, dipertahankan dan dikembangkan, sedangkan industri kelapa yang belum optimal patut mendapat perhatian serius dari semua pihak terkait untuk ditingkatkan kapasitas olah dan perluasan pasar, agar potensi bahan baku yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal, untuk peningkatan nilai tambah komoditas, nilai ekspor dan perbaikan pendapatan masyarakat perkelapaan.
        Keberhasilan pelaksanaan intensifikasi dan pengembangan produk diversifikasi kelapa oleh kelompok tani/gapoktan melalui program khusus yang dilaksanakan secara massal, sangat memerlukan dukungan sarana produksi, alat pengolahan kelapa dan pembinaan dari instansi terkait dan dukungan pemerintah/lembaga keuangan. Apabila program ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, secara massal dan berkelanjutan, peningkatan produktivitas kelapa dan  pendapatan petani kelapa dapat dicapai. Strategi ini, selain meningkatkan produktivitas, kecukupan bahan baku industri kelapa dan pendapatan petani, juga akan menunjang pengembangan tanaman sela, aneka produk kelapa,  jumlah dan nilai ekspor produk kelapa di masa depan.    





DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Prospek dan Arahan Pengembangan Agribisnis Kelapa.  http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4kelapa (Diakses pada tanggal 10 November 2012).
Anonim. 2008. Agribisnis Kelapa.  www.scribd.com/doc/47404768/Agribisnis-kelapa (Diakses pada tanggal 10 November 2012).
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:QUZORFsRTd8J:www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/kelapa/kelapa-bagian-a.pdf
http://vco-murni.blogspot.com/