BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minyak
kelapa sudah dikenal di Indonesia sejak lama. Penggunaan minyak kelapa dalam
kehidupan sehari-hari sangat luas seperti untuk minyak goreng/ bahan makanan,
obat-obatan, bahan pembuat sabun dan lain sebagainya. Ada beberapa cara yang
dikenal untuk membuat minyak kelapa yakni cara pressing, rendering, ekstraksi
dengan bahan pelarut atau gabungan dari cara tersebut (Hasbullah, 2001). Minyak
kelapa yang dihasilkan selama ini bermutu kurang baik, hal tersebut ditandai dengan
adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi dalam minyak kelapa
dengan warna minyaknya agak kecoklatan dan mudah berbau tengik. Daya simpannya
tidak lama, sekitar 2 bulan saja.
Dari
hasil pengujian diperoleh minyak kelapa yang mutunya jauh lebih baik dari
sebelumnya. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan asam lemak
bebas yang rendah, bewarna bening dan berbau harum. Daya simpan minyak lama,
dapat lebih dari satu tahun. Minyak itu disebut sebagai virgin coconut oil atau
minyak kelapa murni (Novrianto, 2005).
Banyak
manfaat yang diperoleh dari minyak kelapa murni seperti obat penyakit jantung
dan kanker. Dengan mengkonsumsi minyak kelapa murni dapat meningkatkan
ketahanan tubuh terhadap penyakit. Minyak kelapa murni dapat juga membantu
mencegah infeksi virus, mendukung sistem kekebalan tubuh, menyediakan sumber
energi dengan cepat, menyediakan nutrisi penting untuk kesehatan, memperbaiki
sistem pencernaan dan penyerapan nutrisi, membantu kulit tetap lembut dan
halus, tidak menaikkan kolesterol darah dan tidak menyebabkan kegemukan. Minyak
kelapa murni juga dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetika dan susu
formula. Pada saat ini, minyak kelapa murni digunakan untuk produk shampo,
detergen, minyak telon dan minyak rambut (Siswono, 2006).
B. Tujuan
Tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu, untuk merancang suatu sistem tata niaga industri yang
terpadu mulai dari hulu sampai hilir dari komoditi kelapa dengan memperhatikan
aspek-aspek affesiensi, efektivitas, produktivitas dan value added.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Usaha Tani Kelapa
Wilayah Kabupaten Nias Utara memiliki potensi
yang sangat besar bagi pengembangan pertanian, antara lain karet, kelapa, padi
sawah, cengkeh, jagung, kacang tanah, pinang, ubi kayu, ubi jalar, cabe dan
sayuran. Pada umumnya penduduk Kabupaten Nias Utara hidup dari sektor
pertanian, hal ini didukung oleh faktor fisiografis alam dan lingkungan, namun
dalam pengelolaannya masih sangat terbatas. Berdasarkan data tahun 2010 jenis
pertanian tanaman pangan yang memiliki luasan terbesar adalah padi sawah dengan
luasan 6.200 ha, kemudian ubi jalar dengan luasan 1.000 ha, Lahan untuk kelapa
yang Sudah Digunakan (Ha): 15666.7 (Status Lahan: Perkebunan Rakyat). Sedangkan
jenias tanaman yang memiliki luasan terkecil adalah kacang hijau, cabe dan
sayuran yang masing-masing memiliki luasan 100 ha.
Tabel Perkembangan Produksi Perkebunan Rakyat
di Kabupaten Nias Utara

Kelapa (Cocos nucifera L.) sebagai
salah satu kekayaan hayati Indonesia telah berabad-abad dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk memenuhi berbagai kebutuhan, baik sebagai sumber makanan,
obat-obatan, industri dan lain-lain. Hasil-hasil produk kelapa di Indonesia secara umum masih
bertumpu pada minyak kelapa, padahal kelapa merupakan tanaman yang serbaguna. Tanaman kelapa memiliki keragaman produk yang
tinggi, karena dari daun sampai akar memiliki manfaat dan nilai sosial ekonomi.
B.
Produk
Kelapa
Seperti kita ketahui,
bahwa kelapa itu memiliki banyak keuntungan baik sebelum dioalah apalagi
setelah diolah. Produk sebelum diolah yaitu
1. Daging Kelapa
Daging kelapa dapat
diolah menjadi kopra dengan cara mengeringkan daging kelapa segar dengan
dijemur maupun panas buatan ataupun kombinasinya. Selain itu daging kelapa juga
dapat diproses menjadi kelapa parut kering (desiccated coconut) dan santan
pekat yang bernilai ekonomis tinggi. Selain itu kopra atau daging kelapa segar
dapat diproses menjadi minyak kelapa (crude coconut oil) dan minyak kelapa
murni (virgin coconut oil). Pengolahan kelapa segar menjadi minyak kelapa murni
sangat prospektif karena produk ini memiliki banyak kegunaan serta harga yang
tinggi. Kegiatan pengolahan produk ini dapat dilakukan pada tingkat petani,
tanpa memerlukan modal serta peralatan yang mahal.
2. Air Kelapa
Air kelapa selain dapat
diolah menjadi kecap dan asam cuka, juga dapat diolah menjadi sari kelapa (nata
de coco). Secara kimiawi nata de coco merupakan selulosa yang mengandung air
sekitar 98 persen yang tergolong sebagai makanan berkalori rendah, sehingga
cocok untuk keperluan diet, dengan demikian dapat dijadikan konsumsi bagi
setiap orang. Pengembangan produk ini di tingkat petani sangat prospektif
karena teknologi pengolahannya mudah diadopsi serta pemasarannya cukup mudah
dan harga produknya menguntungkan (Tarigans 2005).
3. Tempurung Kelapa
Tempurung kelapa dapat
dijadikan produk kerajinan dan barang-barang souvenir yang berkualitas dan
bernilai ekonomi tinggi. Selain itu, tempurung dapat pula digunakan sebagai
bahan pengisi industri kayu lapis, asbes dan obat nyamuk. Lebih jauh, tempurung
kelapa juga bisa diolah menjadi arang tempurung yang dapat digunakan sebagai
bahan bakar atau dijadikan arang aktif yang memiliki nilai ekonomi yang lebih
tinggi.
4. Sabut Kelapa
Sabut kelapa dapat
dijadikan kerajinan rumah tangga seperti sapu, karpet, tambang atau tali.
Disamping itu, juga dapat dibuat menjadi sabut kelapa berkaret (rubberized coir
fibre) untuk keperluan jok mobil, kursi, kasur, penyaring udara, peredam panas
dan suara untuk konstruksi bangunan.
5. Tandan Bunga
Salah satu produk yang
dapat dihasilkan dalam usahatani kelapa adalah gula merah melalui penyadapan
tandan bunga (inflorescense) dan dilanjutkan pengolahan nira yang dihasilkan.
Pengolahan nira menjadi gula kelapa dapat dilakukan petani karena cara
pengolahannya sangat sederhana serta tidak memerlukan modal kerja yang besar.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengolahan
Kelapa Saat ini
Saat ini, kelapa di
Nias khususnya di Kabupaten Nias Utara diolah sebagai kopra setelah dipanen.
Tapi, masih banyak tengkulak-tengkualak setelah mengeringkan daging kelapa
segar (kopra) tidak mengolah menjadi minyak goreng, mereka langssung menjualnya
kepada orang-orang yang telah menjadi langganan mereka yaitu kepada orang China
yanng memiliki modal besar untuk di ekspor keluar daerah, bahkan ke luar
negeri.
Dengan perkembangan
zaman dan keahlian serta mengingat betapa besarnhya untung jika kopra itu di
olah di daerah sendiri, maka pengolahan kelapa saat ini di Kabupaten Nias Utara
sudah bisa dikatakan berkembang karena sudah terdapat 2 pabrik pengolahan
daging kelapa (kopra) menjadi minyak goreng.
B.
Faktor-Faktor
Yang mempengaruhi Pengolahan dan Pengembangan Komoditi Kelapa.
Kelapa merupakan salah
satu komoditas yang memiliki peranan strategis dalam perekonomian Indonesia,
khususnya di Kabupatyen Nias Utara. Selain sebagai sumber pendapatan bagi
masyarakat, kelapa juga merupakan sumber minyak utama dalam negeri, sumber
devisa, sumber bahan baku bagi industri (pangan, bangunan, farmasi, oleokimia),
dan sebagai penyedia lapangan kerja. Namun apabila dilihat dari segi pendapatan
petani, potensi ekonomi kelapa yang sangat besar itu belum dimanfaatkan secara
optimal karena adanya berbagai masalah internal baik dalam proses produksi,
pengolahan, pemasaran maupun kelembagaan (Mahmud 2008).
Di bidang produksi,
produktivitas kelapa masih sangat rendah, yaitu 1,1 ton setara kopra/ha/tahun.
Tingkat produktivitas ini tidak mengalami banyak perubahan selama 30 tahun
terakhir, tahun 1967-1997. Hal ini terjadi karena belum diterapkannya teknologi
anjuran seperti penggunaan benih unggul, pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit, kesesuaian iklim dan lahan, serta peremajaan. Di sisi lain, usaha
tani monokultur yang dilakukan pada sebagian besar pertanaman kelapa saat ini
dan usaha tani polikultur yang masih subsisten, membatasi peluang petani untuk
memperoleh pendapatan yang lebih layak.
Di bidang pengolahan,
beberapa masalah yang dihadapi adalah:
1) struktur
industri pengolahan kelapa didominasi oleh industri pengolahan minyak;
2) industri
pengolahan berbagai produk berskala kecil, bersifat parsial, belum dalam bentuk
suatu unit terpadu;
3) sebagian
industri pengolahan tidak berada di sumber bahan baku.
Di bidang pemasaran,
permintaan terhadap produk-produk tradisional terutama minyak kelapa di dalam
negeri maupun internasional telah mengalami kejenuhan. Bahkan mulai menurun
dengan adanya produk substitusi yang lebih murah, seperti minyak kelapa sawit.
Di bidang kelembagaan,
lembaga-lembaga produksi, pengolahan, dan pemasaran belum terkait satu sama lain.
Akibatnya terjadi inefisiensi usaha yang pada akhirnya menimbulkan biaya
tinggi.
Dalam pengolahan
kelapa, ada juga beberapa analisa SWOT yang ditemukan yaitu:
1.
Kekuatan
a.
Ketersediaan Bahan Baku Melimpah
b.
Penghasil Minyak Kelapa Terbesar Kedua di
Dunia
c.
Promosi Penjualan Cukup Baik
2.
Kelemahan
a.
Kurang Pengembangan Produk
b.
Harga Minyak
Kelapa Tidak Stabil
c.
Infrastruktur
Kurang Memadai
d.
Sinkronisasi
Kebijakan Pemerintah Masih Kurang
3.
Peluang
a.
Permintaan Pasar Ekspor Sangat Tinggi
b.
Perdagangan
Global Semakin Terbuka Luas
c.
Peningkatan
Jumlah Penduduk Dunia
d.
Pengembangan
Industri Hilir
4.
Ancaman
a.
Ekspor Bahan
Baku (Kelapa Utuh)
b.
Negara Pesaing Memproduksi dengan Jumlah Lebih
Banyak
c.
Manajemen
Industri Negara Pesaing Lebih Baik
d.
Impor dari
Negara Singapore Lebih Mudah
e.
Tersaingi Produk
Minyak Nabati Lain
Penerapan analisa SWOT dalam hal pengolahan rancangan
komoditi kelapa atas data dari analisa SWOT di atas yaitu:
|
Internal
Eksternal
|
S(Strenght)
|
W(Weakness)
|
|
|
SO
|
WO
|
|
O
(Opportunity)
|
Menyusun
strategi dengan
menggunakan
kekuatan
internal untuk
memperoleh
profit dari peluang
yang ada
|
Menyusun strategi
untuk
memperoleh
keuntungan dari
peluang yang
ada dalam
mengatasi
kelemahan
|
|
|
ST
|
WT
|
|
T (Threats)
|
Menyusun
strategi dengan
memanfaatkan
kekuatan yang
ada untuk
menghindari
ancaman
|
Menyusun
strategi dengan
cara
meminimalkan
kelemahan dan
menghindari
ancaman
|
C.
Produk
Dari Kelapa Yang Diinginkan
Potensi
pengembangan usahatani kelapa di suatu daerah sangat ditentukan oleh
ketersediaan sumberdaya yang memadai. Di samping itu prospek pasar dan
kebijakan pemerintah turut mendukung berkembangnya usahatani kelapa tersebut.
Pentingnya pengembangan usahatani kelapa didasarkan pada peranannya yang sangat
penting bagi kehidupan masyarakat dan perekonomian. Menurut Tambunan (2003),
pengembangan suatu sektor/komoditi dapat menjadi pendorong pembangunan ekonomi
apabila sektor tersebut memiliki ketangguhan dalam persaingan, baik di dalam
maupun di pasar global dan mampu menghadapi gejolak ekonomi, politik, maupun
alam. Dengan demikian, komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan adalah
komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif atau
memiliki daya saing, berbasis pada kemampuan sendiri (domestik) dan dapat
menyesuaikan terhadap perubahan lingkungan strategis.
Agar industri
pengolahan kelapa pada skala kecil-menengah dapat berkembang untuk mendukung
industri skala besar, diperlukan upaya penetapan standarisasi mutu produk,
fasilitasi dan pemberian insentif serta promosi investasi untuk pengembangan
industri hilir.
Berbagai jenis produk
kelapa komersial yang diinginkan demi meningkatkan produktivitas, efektivitas
dan efesiensi yang meningkat dengan penanganannya akan diuraikan berikut
ini.
1. Buah
kelapa muda
Buah kelapa muda utuh disimpan
dalam kotak kayu yang diisi pasir dan disusun vertikal, kemudian ditutup pasir
sampai 8 cm di atas buah kelapa muda tersebut, mutu buah kelapa (daging dan air
kelapa) dapat bertahan 4-5 hari. Sedangkan air kelapa muda umumnya dimanfaatkan
sebagai minuman penyegar, baik yang melalui proses pengawetan maupun tanpa
pengawetan.
Dalam upaya
mempertahankan mutu buah kelapa muda dapat dilakukan sebagai berikut: sebagian sabutnya dikupas menggunakan pisau
lalu dibentuk sesuai keinginan kemudian direndam dalam larutan antioksidan
(sodium metabisulfit) dan anti jamur (thiobendazole), dikering-anginkan lalu
dibungkus plastik dan disimpan pada suhu 100C,
buah kelapa muda dapat disimpan selama 4 minggu.
Buah kelapa muda utuh
dan yang sudah dikupas lalu dicelup dalam larutan antioksidan, bentuknya sangat
menarik dengan warna sabut tetap putih dan dapat bertahan selama 3-4 hari.
Penampilan produk buah kelapa yang menarik, sehingga lebih sesuai apabila
menjadi konsumsi perhotelan dan
tempat-tempat kunjungan wisatawan atau pada acara-acara tertentu yang
memerlukan hidangan minuman ringan
2. Minuman
ringan
Minuman ringan adalah minuman yang mengandung gula (minimum
10%), dan/atau tanpa penambahan asam serta tidak beralkohol. Pengolahan air kelapa menjadi minuman ringan,
beberapa zat yang ditambahkan adalah asam malat, asam askorbat, dan asam
sitrat, serta beberapa variasi penambahan gula dengan tujuan untuk meningkatkan
bahan padat terlarut.
Formulasi yang dapat
diterima ialah kandungan padatan terlarut 10,0-12,0 %, pH 4.2-4.5, dan asam
sitrat 0.10-0.15 %. Standar Nasional Indonesia menetapkan syarat mutu minuman
ringan: gula minimum 10%, asam benzoat 50 mg/kg (maksimum), logam berbahaya
negatif, glukosa negatif, bakteri, ragi
dan jamur negatif.
3. Nata
de coco
Air kelapa tua dapat
difermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylenum dan bahan tambahan,
akan menghasilkan produk nata de coco (Banzon dan Velasco, 1982). Nata de coco atau sari kelapa mengandung
lemak 0,2% dan serat kasar 1,05 %, dan tidak mengandung protein, sehingga nata
de coco tergolong jenis makanan yang rendah kalori, yaitu hanya 1,8 kalori. Pengolahan
nata de coco atau sari kelapa yang lazim dilakukan adalah menggunakan bahan
tambahan pupuk urea dan memperpanjang lama fermentasi sampai 10-14 hari.
Penggunaan pupuk urea sebagai bahan tambahan pada pengolahan nata de coco
kurang disenangi sebagian konsumen.
Pengolahan nata de coco
yang dilaksanakan oleh Balitka, dengan modifikasi sebagian dari cara yang umum
dilakukan, berdampak pada penghematan
cairan starter dan gula pasir, masing-masing 9 % dan 13 %, tanpa menggunakan pupuk urea, waktu proses 7– 8 hari (lebih singkat 50%
dari yang lazim diterapkan), dan menghasilkan nata de coco dengan rendemen 75
%.
Pengawetan nata de coco
dengan penambahan natrium benzoat dan
asam sitrat masing-masing dengan konsentrasi sebesar 0,1% dan 0,2% dapat
mempertahankan daya simpan nata de coco selama 1 bulan. Nata de coco yang
beredar di pasaran sebagian besar menggunakan kemasan kantong plastik, botol,
gelas plastik cup dengan berbagai ukuran serta kemasan kaleng (Rindengan,
2000).
4. Kopra
Umumnya pengolahan
kopra yang dilakukan petani dengan cara pengasapan dan pengeringan matahari,
kopra yang dihasilkan adalah kopra hari-hari dengan kadar air 15-20 %. Kopra
yang demikian, jika tidak dilakukan pengeringan ulang mudah berjamur dan busuk.
Kopra yang dihasilkan dengan cara pengasapan pada suhu tinggi dan tidak
terkontrol akan menghasilkan kopra berwarna coklat, berbau asap dan cukup
banyak bagian yang terbakar. Minyak yang dihasilkan adalah minyak tengik, warna
coklat tua dan kadar asam lemak bebas yang tinggi 1-5%, menyebabkannya tidak
layak dikonsumsi sebagai minyak goreng. Pada pengolahan kopra menjadi minyak
akan dihasilkan minyak kelapa kasar dan bungkil.
Minyak kelapa kasar
tidak layak dikonsumsi langsung, agar layak dikonsumsi harus diproses lanjut
untuk menghilangkan ketengikan, warna dan menurunkan kadar asam lemak bebas,
dengan proses refening dan deodorisasi. Pada kedua proses ini, akan membutuhkan
tambahan biaya pengolahan cukup tinggi dan kehilangan minyak sekitar 5-7%
(Nathanael, 1960).
5. Minyak
kelapa
Pengolahan minyak cara
kering skala kecil yang dikembangkan di Sri Lanka dengan metode Intermediate
Moisture Content (IMC). Cara pengolahan dengan IMC, sebagai berikut : kelapa
diparut dan dikeringkan dengan sinar matahari, kelapa parut kering (kadar air
11-12%) dipres dengan pengepres skru semi mekanis menghasilkan minyak tidak
berwarna, aroma khas, kadar air 0,1%, kadar ALB 0,1% dengan hasil samping
bungkil putih. Kelemahan metode IMC
adalah kapasitas olah rendah 200 butir per hari dan pengeringan ampas kelapa
tergantung cuaca. Teknologi ini lebih sesuai pada daerah dengan upah tenaga
kerja rendah dan terdapat industri pengolahan yang menggunakan bahan baku
bungkil putih (Ranasinghe, 1997).
D. Faktor
Penentu Pengembangan
1.
Petani dan Kelembagaan
Pemberdayaan petani adalah sebagai upaya untuk membangkitkan potensi serta
kemampuan petani kearah peningkatan produktivitas dan efsiensi secara
berkelanjutan. Sasarannya adalah memberikan motivasi dan membangkitkan
kepercayaan masyarakat pada kemampuan sendiri.
Keterbatasan kompotensi yang dimiliki petani (pendidikan, ketrampilan
dan wawasan) serta keterbatasan lahan dan dana menjadi faktor utama, yang harus
dipertimbangkan dalam pemberdayaan petani
(Suryonotonegoro, 2002).
Menurut Suryonotonegoro (2002)
pemberdayaan petani dapat dilakukan
dalam dua tahap, yakni tahap pemulihan dan tahap pengembangan.
Tahap
pemulihan, untuk mendidik dan mendorong motivasi petani dalam meningkatkan
produktivitas dan efisiensi pengolahan.
Sehingga petani mampu meningkatkan motivasi dan kepercayaan pada kemampuan
sendiri.
Tahap
pengembangan, diarahkan untuk mengembangkan usahatani, agroindustri dan
kelembagaan ekonomi. Pada tahap pengembangan diharapkan petani mampu
mengembangkan kelembagaan ekonomi yang mandiri.
2. Teknologi
Pengolahan
Teknologi pengolahan hasil pertanian
menjadi produk agroindustri ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah
komoditas. Teknologi untuk agroindustri merupakan pengubahan kimia, biokimia dan/atau fisik
pada hasil pertanian menjadi produk, dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Produk agroindustri ini, dapat merupakan produk akhir yang siap digunakan oleh
manusia ataupun produk yang merupakan
bahan baku industri lain (Mangunwidjaja dan Sailah, 2008).
Diupayakan penyediaan alat-alat
pengolahan, terutama untuk skala kecil-menengah dengan teknologi inovatif yang
diproduksi dalam negeri, dengan kinerja yang memadai. Memproduksi alat dan
mesin pertanian di dalam negeri, maka devisa dapat dihemat, juga membuka lapangan kerja di sektor manufaktur. Pengembangan agroindustri bukanlah sekedar membangun
industri dipedesaan, melainkan menumbuhkan budaya industri, yangi dicirikan
dengan disiplin, orientasi usaha pada
benefit, efisiensi sumber daya dan waktu,
kreatif terhadap adopsi teknologi dan pasar.
3.
Modal/Investasi
Modal
atau investasi merupakan faktor
pembatas bagi petani/pengolah dalam pengembangan usahanya. Pemerintah telah
mengambil inisiatif melalui diluncurkannya Skim Kredit Agribisnis dengan suku
bunga 4 % untuk alat dan mesin perkebunan, kredit ini dalam bentuk usaha
individu atau kelompok/koperasi. Dukungan sarana dan prasarana pertanian
termasuk alat dan mesin pertanian serta pembinanan yang kontinu, sangat perlu mendapat dukungan yang memadai dari pemerintah.
Pada awal pengembangan agroindustri
kelapa, tidak memungkinkan dilakukan sendiri oleh petani/ kelompok tani,
melainkan diperlukan dukungan dari berbagai pihak terkait, terutama dengan
pemerintah daerah. Peran pemerintah daerah/instansi teknis dan lembaga keuangan
sangat menentukan. Seirama dengan upaya pengembangan ini, pihak pabrikan
memerlukan penyesuaian agar mampu menyerap produk primer yang dihasilkan
petani, sehingga pengembangan akan berlangsung secara sinergi, berkelanjutan
dan menguntungkan semua pihak terkait.
4.
Pengembangan Produk
Pemanfaatan kelapa oleh petani kebanyakan hanya sebatas penjualan kelapa
butiran dan dalam bentuk hasil olahan umumnya berupa kopra dan minyak klentik.
Usaha atau industri yang mengembangkan produk hilir kelapa yang bernilai
ekonomi cukup tinggi sudah mulai dilakukan, namun masih sangat sedikit dan
belum mampu memanfaatkan sumber daya kelapa, sehingga belum dapat meningkatkan
pendapatan petani atau usaha kecil.
Potensi dan peluang pengembangan berbagai produk kelapa yang bernilai
ekonomi tinggi sangat besar. Potensi kelapa yang sangat besar tersebut
hendaknya dapat dimanfaatkan dengan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan
rakyat. Petani kelapa hendaknya diberi kesempatan untuk menikmati hasil yang
lebih baik, pengusaha disektor hilir didorong untuk berkembang dengan
menyediakan berbagai sarana/ prasarana, fasilitas pembiayaan, aturan yang
mendukung serta perlu dilakukan berbagai upaya untuk membuka peluang pasar.
Alternatif produk yang dapat dikembangkan antara lain virgin coconut oil, kelapa parut kering, coconut milk, arang,
karbon aktif, gula kelapa, serat sabut
dan kayu kelapa (Anonim, 2006).
Efektifnya pembinaan dan pengendalian kegiatan
pengembangan dibutuhkan wadah permanen yakni kelompok tani dengan unit
pengolahannya. Peran petani menyediakan
bahan baku, mengolah dan memasarkan produk yang dihasilkan, dengan bimbingan
teknis dan manajemen usaha dari instansi teknis, sehingga petani termotivasi
mengembangkan usaha dengan pola pikir bisnis-komersial.
Menurut
Ulrich dan Eppinger (2001) bahwa pengembangan dikatakan
sukses jika produk yang diproduksi dapat dijual dengan menghasilkan
laba. Lima dimensi spesifik yang berhubungan dengan laba dan digunakan untuk
menilai kinerja usaha pengembangan produk, yakni:
(a) kualitas produk; menentukan berapa besar harga yang ingin dibayar pelanggan,
(b)
biaya
produk; menentukan berapa besar laba yang akan dihasilkan oleh unit usaha pada
volume penjulan dan harga penjualan tertentu,
(c)
waktu
pengembangan; akan menentukan kemampuan dalam berkompetisi, perubahan
teknologi, dan kecepatan menerimapengembalian ekonomis dan usaha yang
dilakukan,
(d)
biaya
pengembangan; merupakan komponen yang
penting dari investasi untuk mencapai profit, dan
(e) kapasitas pengembangan; merupakan aset mengembangkan produk lebih efektif dan
ekonomis dimasa yang akan datang.
Industri kelapa yang sudah eksis sekarang ini perlu dipertahankan dan
dikembangkan, sedangkan industri kelapa yang belum optimal patut mendapat
perhatian yang serius dari semua pihak terkait untuk ditingkatkan kapasitas
olah dan perluasan pasar, agar potensi bahan baku yang tersedia dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang peningkatan nilai tambah komoditas
kelapa, peningkatan nilai ekspor dan perbaikan pendapatan masyarakat
perkelapaan.
Pengembangan industri pengolahan merupakan prasyarat dalam meningkatkan
nilai tambah dan daya saing perkelapaan nasional, maka perlu dukungan kebijakan
sebagai berikut :
(a)
penyederhanaan
birokrasi perijinan usaha dan investasi dibidang industri pengolahan produk
pada berbagai tingkatan dan skala usaha,
(b)
pembukaan
akses pembiayaan dengan pemberian skim kredit khusus untuk pengembangan
industri dengan berbagai skala usaha,
(c)
promosi
pengembangan pengolahan hasil kelapa terpadu guna meningkatkan perolehan nilai
tambah, dan
(d)
peningkatan
kegiatan penelitian dan pengembangan komoditas kelapa dalam pengolahan dan
pemasaran.
5.
Pasar dan Pengendalian Harga
Neraca ekspor komoditas kelapa selang
tahun 2005-2009 mengalami peningkatan dari $ 509,7 juta menjadi 856,7 rata-rata
22,3 %/tahun. Keadaan ini menunjukkan bahwa produksi kelapa masyarakat telah
memberikan konstribusi bagi penerimaan devisa negara yang dapat diandalkan (Anonim, 2010).
Pengendalian harga produk
perkebunan, seperti produk kelapa oleh pemerintah yakni jika harga jatuh
pemerintah mengatasinya dengan APBN dan Subsidi. Kebijaksanaan ini telah dilakukan negara tetangga dalam mengatasi permasalahan harga
produk perkebunan, antara lain karet di Malaysia dan kopi di Thailand, yang berdampak Malaysia dan
Thailand menguasai pasar ekspor produk perkebunan unggulan (Uno, 2008).
6.
Pemerintah dan Lembaga Penelitian
Peran pemerintah juga dibutuhkan dalam rancangan suatu sistem tata niaga
industri yang terpadu ini demi peningkatan produktivitas, efektivitas dan
effesiensi dari produk komoditi kelapa. Hal tersebut dapat dilihat di bawah
ini:
a.
Proram
Pengembangan kelapa yang disusun Litbang Pertanian dan Ditjen Perkebunan sudah
bagus, namun dalam aplikasinya kurang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait,
diperlukan Political Will dan adanya Micro Finance approach dalam pengembangan kelapa.
b.
Pengembangan
kelapa dapat dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama daerah dengan sarana
transportasi yang memadai untuk peningkatan nilai tambah dalam bentuk
pengolahan kelapa terpadu. Pada daerah terpencil pemanfaatan produksi kelapa
untuk menghasilkan energi, sehingga diperlukan adanya kilang coco diesel (Coco diesel plant ) untuk menghasilkan
bahan bakar bagi nelayan, sehingga petani kelapa dan nelayan saling membantu
satu sama yang lain.
c.
Diperlukan
bantuan pemerintah untuk menata satu daerah sebagai sentra produksi kelapa,
agar petani kelapa bersatu dan menjadi kuat, sehingga mampu mandiri, dan dicari
areal yang sesuai untuk pengembangan Pilot
Plant Industri Hilir atau Hilirisasi
Industri Perkelapaan dipedesaan.
d.
Direktorat
Jenderal Perkebunan, merencanakan peremajaan tanaman kelapa seluas 6,4 % dari total areal yaitu 15666.7 Ha yang akan diremajakan yakni 500.00 10026,688 pengadaan
bibit unggul ini, diperlukan kerjasama Balitka/Puslitbangbun dengan Pemerintah
Daerah/Dinas Perkebunan Daerah dan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian
Pertanian.

BAB IV
PENUTUP
Penanganan usahatani, pengolahan dan pemasaran hasil kelapa yang
efekif membutuhkan wadah permanen
kelompok tani/gapoktan dengan unit pengolahannya pada sentra produksi sebagai
wilayah pengembangan. Untuk optimal pemperdayaan wadak kelompok tani, diperlukan
sistem keterkaitannya dengan pihak industri skala besar/eksportir sebagai
mitra, agar para kelompok tani/gapoktan dapat memperoleh manfaat yang tercipta
dalam proses industrialisasi kelapa.
Industri kelapa yang sudah eksis, dipertahankan dan dikembangkan, sedangkan
industri kelapa yang belum optimal patut mendapat perhatian serius dari semua
pihak terkait untuk ditingkatkan kapasitas olah dan perluasan pasar, agar
potensi bahan baku yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal, untuk
peningkatan nilai tambah komoditas, nilai ekspor dan perbaikan pendapatan
masyarakat perkelapaan.
Keberhasilan pelaksanaan intensifikasi
dan pengembangan produk diversifikasi kelapa oleh kelompok tani/gapoktan
melalui program khusus yang dilaksanakan secara massal, sangat memerlukan
dukungan sarana produksi, alat pengolahan kelapa dan pembinaan dari instansi
terkait dan dukungan pemerintah/lembaga keuangan. Apabila program ini
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, secara massal dan berkelanjutan,
peningkatan produktivitas kelapa dan
pendapatan petani kelapa dapat dicapai. Strategi ini, selain
meningkatkan produktivitas, kecukupan bahan baku industri kelapa dan pendapatan
petani, juga akan menunjang pengembangan tanaman sela, aneka produk
kelapa, jumlah dan nilai ekspor produk
kelapa di masa depan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
2005. Prospek dan Arahan Pengembangan Agribisnis Kelapa.
http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4kelapa (Diakses pada
tanggal 10 November 2012).
Anonim.
2008. Agribisnis Kelapa. www.scribd.com/doc/47404768/Agribisnis-kelapa (Diakses pada tanggal 10 November 2012).
https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:QUZORFsRTd8J:www.litbang.deptan.go.id/special/publikasi/doc_perkebunan/kelapa/kelapa-bagian-a.pdf
http://vco-murni.blogspot.com/